Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Tunggal Jangan Diremehkan

19 April 2024   08:42 Diperbarui: 19 April 2024   08:51 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak Tunggal Jangan DiremehkanDi kamar tidur yang tidak begitu luas, aku mencoba menulis di tab  perihal kondisi pagi hari ini sebelum pergi kuliah. Aku ingin bercerita dengan kalimat-kalimat pendek. Satu kalimat hanya dengan tiga kata.     

Hari masih pagi. Pukul 09.00 wita. Cucian belum kering. Gerimis masih turun. Udara terasa dingin. Sendiri aku di rumah. Tugas kampus menunggu.

Terasa lucu dan kaku. Aku tersenyum. Bergegas aku tutup tab dan keluar kamar menuju dapur. Bukan mau makan. Aku hanya ingin memastikan tidak ada kompor yang menyala dan kran air di wastafel dan tempat cuci piring tidak mengalir.

Pintu dapur yang menuju halaman belakang segera aku kunci dari dalam. Jendela dapur yang masih terbuka segera aku tutup. Saklar lampu kumatikan sebelum kutinggalkan ruang dapur.

Papa dan mamaku sudah berangkat kerja dua jam yang lalu. Asisten rumah tangga kami sedang berbelanja ke pasar. Satu jam sudah mbak Karsi meninggalkan rumah. Biasanya tidak sampai satu jam mbak Karsi ke pasar.

 Kulangkahkan kaki menuju ruang tamu. Sofa empuk menjadi sasaran. Baru beberapa detik aku duduk, terlihat ada orang datang. Lewat kaca jendela aku melihat mbak Karsi sedang memarkir sepeda motor di halaman.

Dengan langkah terburu-buru, mbak Karsi menuju pintu kamar tamu. Spontan aku berdiri dan setengah berlari mau membukakan pintu. Terdengar napas terengah-engah. Mbak Karsi menaruh barang belanjaan agak kasar. Sengaja aku diam sambil menunggu mbak Karsi mengatur napas.

"Putri. Saya izin mau pulang kampung. Barusan adikku menelepon. Bapakku sakit keras," tutur mbak Karsi masih terengah-engah.

"Ini belanjaan sudah saya belikan sesuai pesanan mamamu. Hari ini saya disuruh memasak sayur santan. Resep menu masakan ada di dapur," ucap mbak Karsi mulai lancar.

"Saya mau pulang naik bus. Putri bisa antar saya ke terminal, khan?" tanya mbak Karsi dengan nada penuh permohonan.

"Mbak Karsi siap-siap dulu. Bawa pakaian secukupnya. Aku akan ganti baju," ucapku seraya melangkah menuju kamar.

Mbak Karsi sudah kami anggap keluarga sendiri. Urusannya adalah urusan kami juga. Kesulitannya adalah kesulitan kami juga. Ayah mbak Karsi sering kambuh penyakit asmanya. Setiap kambuh, adiknya di kampung selalu menelepon mbak Karsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun