Mohon tunggu...
Andi Ronaldo Marbun
Andi Ronaldo Marbun Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar dari Sejarah: Keputusan Mahkamah Konstitusi dan Gema Lama dari Kasus Bush v. Gore

23 April 2024   16:41 Diperbarui: 24 April 2024   15:13 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Protes di Depan Mahkamah Agung AS oleh Pendukung George W. Bush dan Al Gore pada 1 Desember 2000 (Pat Benic/Associated Press via Los Angeles Times)

Selain itu, surat kabar tersebut juga menerbitkan 26 editorial opini yang mengkritik keputusan tersebut, dibandingkan hanya delapan opini yang membela keputusan tersebut. Jajak pendapat juga menunjukkan beragam reaksi, dengan 37--65% responden percaya bahwa motivasi politik pribadi memengaruhi keputusan hakim SCOTUS. 

Jajak pendapat dari Princeton Survey mencatat 46% responden mengatakan bahwa keputusan tersebut membuat mereka lebih cenderung mencurigai adanya bias partisan pada hakim dalam sistem peradilan di AS secara umum. Jajak pendapat NBC News/Wall Street Journal menunjukkan bahwa 53% responden percaya bahwa keputusan untuk menghentikan penghitungan ulang sebagian besar didasarkan pada motivasi politik. 

Lebih lanjut, suatu artikel dari majalah Slate pada tahun 2010 mencantumkan kasus ini sebagai yang pertama dari serangkaian peristiwa yang mengikis kepercayaan masyarakat AS terhadap hasil pemilu, dan mencatat bahwa jumlah tuntutan hukum yang diajukan terkait isu pemilu meningkat lebih dari dua kali lipat sejak kasus Bush v. Gore pada tahun 2000.

Bush v. Gore: Pelajaran Penting untuk Indonesia dalam Konteks Politik dan Hukum

Meskipun pada akhirnya argumen bahwa sistem pemilu dan peradilan, serta kondisi politik di AS jauh berbeda dengan Indonesia, kita tetap dapat mengambil beberapa pelajaran dari isu Bush v. Gore untuk memperkuat proses pemilu dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi pada masa mendatang, sehingga kepercayaan publik tidak akan terkikis seperti yang terjadi di AS. Indonesia harus lebih jeli dalam memastikan bahwa undang-undang pemilu selalu bersifat relevan, transparan, dan dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan untuk dapat membantu mencegah kebingungan dan tantangan hukum selama atau setelah pemilu. 

Kasus Bush v. Gore menyoroti pentingnya menjaga peradilan yang tidak memihak, bebas dari pengaruh atau bias politik. Indonesia harus secara konsisten menekankan independensi peradilan dan memastikan bahwa hakim yang mengadili perselisihan pemilu dianggap netral dan tidak tergabung dengan partai politik manapun, seperti yang terjadi di AS. Penyelesaian sengketa pemilu yang cepat dan efisien sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu itu sendiri. 

Indonesia harus selalu konsisten dalam menetapkan jadwal dan mekanisme yang jelas untuk menyelesaikan perselisihan, termasuk ketentuan untuk mempercepat proses dengar pendapat dan pengambilan keputusan untuk menghindari ketidakpastian yang berkepanjangan dan potensi kerusuhan. Meningkatkan transparansi dalam proses pemilu, termasuk penghitungan suara, prosedur penghitungan ulang, dan sertifikasi hasil dapat meningkatkan kepercayaan publik. Indonesia harus selalu menerapkan langkah-langkah seperti keberadaan saksi, prosedur penanganan surat suara yang transparan, dan akses publik terhadap data pemilu untuk mendorong akuntabilitas dan keadilan. 

Pada akhirnya, kasus Bush v. Gore menggarisbawahi pentingnya kesiapsiagaan menghadapi kontinjensi dan keadaan tak terduga selama pemilu. Indonesia harus tidak pernah berhenti dalam mengembangkan rencana darurat, termasuk protokol untuk kemungkinan penghitungan ulang, gugatan hukum, dan intervensi peradilan untuk memastikan kelancaran pelaksanaan pemilu bahkan dalam situasi yang menantang. Dengan belajar dari kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dalam kasus Bush v. Gore, Indonesia dapat memperkuat sistem pemilu, mendorong nilai-nilai demokrasi, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas proses pemilu dan sistem peradilan di negara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun