Mohon tunggu...
Andi Ronaldo Marbun
Andi Ronaldo Marbun Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar dari Sejarah: Keputusan Mahkamah Konstitusi dan Gema Lama dari Kasus Bush v. Gore

23 April 2024   16:41 Diperbarui: 24 April 2024   15:13 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Protes di Depan Mahkamah Agung AS oleh Pendukung George W. Bush dan Al Gore pada 1 Desember 2000 (Pat Benic/Associated Press via Los Angeles Times)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sengketa hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD merupakan momen penting dalam sejarah hukum dan politik di Indonesia. 

Putusan ini memberikan gambaran yang jelas mengenai proses hukum yang dilakukan oleh lembaga peradilan tinggi tersebut dalam menyelesaikan sengketa yang memiliki dampak besar terhadap pemerintahan, sistem demokrasi negara, dan tentunya masa depan Indonesia. Pada tanggal 12 April 2024, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh kedua pasangan calon (paslon). 

MK menyatakan bahwa dalil yang diajukan oleh tim kuasa hukum kedua paslon tidak didasarkan pada landasan hukum yang kuat, sehingga tidak dapat diterima dalam konteks hukum yang berlaku. Dampak dari putusan MK ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman masyarakat mengenai proses hukum dan pengambilan keputusan yang berbasis hukum di Indonesia. 

Selain itu, putusan ini juga memberikan arah yang jelas mengenai batasan-batasan yang harus dipatuhi dalam menyelesaikan sengketa pemilihan umum (pemilu) yang melibatkan calon-calon dengan perbedaan pandangan dan argumentasi. Dalam konteks sejarah, putusan MK ini mengingatkan kita pada kasus serupa yang terjadi di Amerika Serikat (AS), yang juga terkait dengan sengketa yang mirip.

Kasus Bush v. Gore: Keputusan dengan Peran Besar dalam Evolusi Politik AS

Bush v. Gore, 531 US 98 (2000), merupakan keputusan penting Mahkamah Agung Amerika Serikat (SCOTUS) pada 12 Desember 2000, yang menyelesaikan perselisihan penghitungan ulang dalam pemilihan presiden (pilpres) AS tahun 2000 di negara bagian Florida antara calon presiden George W. Bush dari Partai Republik dan Al Gore dari Partai Demokrat. 

Sebelumnya, keputusan Mahkamah Agung Florida pada 8 Desember 2000 untuk memerintahkan pencoblosan kembali di seluruh negara bagian atas lebih dari 61.000 suara, yang terlewatkan oleh mesin penghitung suara menjadi awal dari sengketa hukum ini. Tim kampanye Bush pun meminta penangguhan dari SCOTUS, atas advokasi dari Hakim Agung Antonin Scalia, yang menganggap adanya kekhawatiran tentang legitimasi penghitungan ulang manual di berbagai wilayah Florida tersebut. Pada tanggal 9 Desember 2000, SCOTUS dengan lima hakim konservatif, termasuk Scalia, memberikan penangguhan tersebut dengan basis pada potensi "kerugian yang tidak dapat diperbaiki" terhadap legitimasi Bush akibat penghitungan ulang yang sedang berlangsung.

Selanjutnya, dalam keputusan per curiam 5 lawan 4 suara, SCOTUS meminta penghentian pencoblosan kembali dengan mengutip dasar perlindungan yang sama dan menyatakan bahwa standar perhitungan yang berbeda di berbagai wilayah melanggar Pasal Perlindungan yang Sama pada Amandemen Ke-14 dan dasar yurisdiksi Pasal II dari Konstitusi AS. 

Mayoritas hakim SCOTUS menolak usulan perbaikan yang diajukan oleh Hakim Agung Stephen Breyer dan David Souter untuk menyelesaikan pencoblosan kembali secara seragam di seluruh negara bagian Florida sebelum pertemuan Kolese Elektoral pada 18 Desember 2000, dengan mengutip batas waktu "safe harbor" yang ditetapkan pada Undang-Undang (UU) Pemilu Florida. Putusan SCOTUS dalam kasus Bush v. Gore ini memiliki dampak yang luas, termasuk memungkinkan sertifikasi suara Florida oleh Sekretaris Negara Bagian, Katherine Harris untuk tetap berlaku dan memberikan Bush sebanyak 25 suara elektoral yang krusial dari Florida. Kemenangan elektoral ini mengamankan kepresidenan Bush dengan 271 suara elektoral, sedikit di atas 270 suara minimum yang dibutuhkan, sementara Al Gore, kandidat Demokrat, mendapatkan 267 suara elektoral tetapi akhirnya hanya 266 karena adanya "faithless elector". 

Pilpres AS 2000: Dari Kontroversi hingga Tantangan dalam Sistem Pemilu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun