Kalau suruh milih, Kompasianer mending ngontrak rumah aja atau KPR rumah? Apa alasannya?Kalau ngomongin punya rumah zaman sekarang, enggak bohong deh mahalnya. Minta ampun. Niat punya rumah sendiri jadi mikir-mikir lagi. Lokasinya jauh-jauh pula.Ngontrak? Mau sampai kapan? Kita kan nggak terus-terusan punya penghasilan. Kalau sudah pensiun, terus nggak punya rumah, mau tinggal di mana? Tapi kan enak kalau ngontrak bisa pilih rumah yang dekat kantor. Kalau bosan, tinggal pindah. Gak perlu bayar PBB dan biaya perawatan rumah.Kompasianer, gimana dong nih? Bingung... Kamu ada yang ngerasain juga? Terus punya saran apa?Bagiin dong pengalaman dan tips dari kamu. Jangan lupa masukin label KPR atau Ngontrak (tanpa spasi) setiap kamu bikin konten ya.

Apakah Kompasianer mengikuti sepanjang sidang sengketa Pemilu 2024 yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi? Adakah momen maupun hal yang menarik selama persidangan berlangsung? Oleh karena itu, menarik untuk disimak akan seperti apa putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024? Bagaimana Kompasianer menyikapi hasil putusan kali ini?Pembelajaran apa yang bisa diambil selama proses Pemilu 2024 hingga pembacaan putusan sengketa agar penyelenggaraan pemilu bisa berjalan lebih baik lagi? Silakan tambah label Sidang Sengketa Pilpres (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Ada beberapa keunggulan berinvestasi valuta asing. Bisa dilakukan dengan modal yang minim, likuiditas yang cukup tinggi, hingga perubahan kurs tahunan yang relatif menguntungkan. Mata uangnya pun beragam. Mulai dari Dollar, Euro, hingga Poundsterling.Nah, Kompasianer apakah kamu tertarik untuk investasi pada instrumen satu ini? Apa alasannya? Mana yang kamu gemari: investasi atau trading valas? Buat yang sudah mencoba, bagaimana profil investasimu ketika dolar naik seperti ini? Ada enggak tips-tipsnya jika mau memulai investasi ini? Apa saja yang perlu diperhatikan dan dihindari?Yuk, bagikan opini, pengalaman, dan tips-tips ala kamu terkait hal ini di Kompasiana dengan menyematkan label Investasi Valas pada tiap konten yang kamu buat.

Kompasianer betulkah jika mengambil program pendidikan dokter spesialis begitu penuh tekanan hingga membuat seseorang mengalami depresi, bahkan bunuh diri? Dan mengapa perundungan juga terjadi dalam pendidikan kedokteran kita saat ini?Hasil skrining Kementerian Kesehatan dilakukan pada 12.121 mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menyebutkan sebanyak 22,4 persen di antaranya terdeteksi mengalami gejala depresi. Sekitar 3 persen di antaranya bahkan mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apa pun. (Sumber)Nah Kompasianer bagaimana opini kamu terkait hal ini? Betulkah jika mengambil program pendidikan dokter spesialis begitu penuh tekanan hingga membuat seseorang mengalami depresi, bahkan bunuh diri?Mengapa juga perundungan dapat terjadi dalam lingkup kedokteran? Apa Sebabnya? Apa jadinya jika ini terus terjadi? Apa yang perlu dilakukan Kementerian Kesehatan untuk memutus budaya perundungan dalam pendidikan dokter spesialis?Bagaimana juga pendapatmu terkait kesehatan jiwa yang dialami para dokter dan calon dokter? Mengapa hal ini masih terkesan tertutup?Bagikan opini dan gagasan kamu terkait hal ini di Kompasiana dengan menyematkan label Depresi Dokter Spesialis pada tiap konten yang kamu buat.

Terkait seragam sekolah ini, Kompasianer, sempat mengikuti isu yang sempat ramai beberapa terakhir ini terkait perubahan seragam sekolah?Sampai sejauh mana Kompasianer mengikuti isu tersebut?Namun, karena liarnya narasi pergantian seragam ini ternyata menyadarkan kita pada satu hal: seragam sekoalah itu mahal. Banyak sekali cerita dari para orangtua yang merasa terbebani karena adanya biaya yang dikeluarkan untuk seragam sekolah.Kalau boleh jujur, apakah Kompasianer setuju kalau sekolah masih menerapkan penggunaan seragam sekolah? Adakah ide maupun gagasan yang ingin Kompasianer tawarkan terkait seragam sekolah ini? Karena ada juga sekolah yang siswa tidak berseragam toh? Dan, semua bisa berjalan baik-baik saja. Silakan tambah label Seragam Sekolah (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Kompasianer bagaimana prediksi kamu terkait skuad Garuda Muda di kompetisi kali ini? Menurutmu, mampukah Indonesia meraih hasil terbaik, yakni lolos menuju kualifikasi Olimpiade 2024 nanti? Dan apakah Indonesia juga akan mampu lolos hingga Olimpiade di Paris? Akankah ini menjadi sejarah baru?Apa catatanmu mengenai nama-nama pemain yang dibawa Shin Tae-yong? Siapakah yang pantas mendapat sorotan? Bagikan prediksi dan opinimu terkait hal ini di Kompasiana dengan menyematkan label Piala AFC U23 pada tiap konten yang kamu buat.

Kompasianer, bagaimana mudiknya tahun ini? Pasti menyenangkan banget, dong. Nah, rencananya kapan kamu akan pulang? Apakah lebih awal? Atau memilih lebih lama di kampung halaman? Apa alasannya?Kemudian, transportasi apa yang kamu gunakan? Kendaraan pribadi, kereta api, bus, pesawat, atau kapal? Persiapan apa saja yang sudah kamu lakukan?Kompasiana mengajak kamu untuk melaporkan kondisi terkini mengenai arus balik mudik lebaran di sekitarmu, baik bagi kamu yang menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi massal.Nah, buat Kompasianer yang akan melakukan perjalanan balik bisa laporkan bagaimana kondisi selama perjalanan. Itu bisa berupa arus lalu lintas, situasi selama perjalanan ketika menggunakan transportasi umum, hingga fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan pemudik.Silakan laporkan reportase arus balik berupa teks maupun video dengan menambahkan label Arus Balik 2024 (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Lebaran shimmer shimmer… Hyaaa…Shimmer shimmer.. Halooo…Shimmer shimmer… Lagi laku ini… Lebaran 2024 model terbaru…Shimmer shimmer…Kompasianer, apakah kalian familiar dengan lirik di atas?Lirik dari sound yang sedang viral di media sosial ini menjadi pengiring tren baju lebaran dengan konsep “Shimmer-Shimmer”.Baju lebaran dengan bahan shimmer saat ini sedang ramai menjadi perbincangan berkat tampilannya yang cukup mencolok dan seakan menjadi baju lebaran sejuta umat di tahun 2024.Tapi, pada kenyataannya apakah benar di sekelilingmu baju “shimmer” banyak digunakan oleh masyarakat untuk lebaran? Atau jangan-jangan orang di sekelilingmu lebih suka mengikuti tren warna biru muda ala paslon nomor 2?Terus kalau yang cewek-cewek pakai gamis shimmer, tren baju lebaran apa yang sedang digandrungi cowok-cowok? Mau dong diceritakan tentang warna dan model pakaian yang paling banyak dipakai oleh warga di sekitarmu!Yuk, bagikan opini, pengalaman, tips, dan juga hasil pantauanmu terkait tren baju lebaran di tahun 2024 dengan menambahkan label Tren Baju Lebaran (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Belakangan ini sedang ramai diperbincangkan oleh warnaget bahwasanya bahasa Indonesia yang disebut miskin kosakata. Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai pernyataan miskinnya kosakata Bahasa Indonesia? Lalu bagaimana jika ada yang lebih suka menggunakan bahasa asing daripada Bahasa Indonesia?Oia dari sekian ratus ribu kata, adakah kosakata dalam Bahasa Indonesia yang menurut Kompasianer ini unik? Kata apa itu? Mengapa itu terasa berbeda dan hanya bisa diungkapkan dalam Bahasa Indonesia?Silakan tambah label Kosakata Bahasa Indonesia (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Kompasianer, setujukah kamu kalau pemenang sebenarnya di momen penuh berkah ini adalah mereka yang melakoni sebagai marbut masjid? Bagaimana kamu memandang hal ini? Mengapa marbut masjid kerap dipandang sebelah mata? Bagaimana pula kesejahteraan marbut masjid di sekitarmu? Apakah mereka sudah mendapat upah yang layak? Kalau belum, adakah upaya-upaya untuk menyejahterakannya? Selain itu, adakah sosok marbut masjid yang menarik, inspiratif, yang rasanya perlu untuk kamu kisahkan di sini?Bagikan opini dan gagasan kamu terkait hal ini di Kompasiana dengan menyematkan label Kesejahteraan Marbut Masjid pada tiap konten yang kamu buat.