Mohon tunggu...
Patrianef Patrianef
Patrianef Patrianef Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Bedah di RS Pemerintah

Patrianef, seorang dokter spesialis bagi pasienku. Guru bagi murid muridku. Suami bagi istriku dan sangat berbahagia mendapat panggilan papa dari anak anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Sebuah Fakta] Direktur BPJS: Dokter di Puskesmas Hanya Pegang Pegang Saja?

29 Maret 2016   00:13 Diperbarui: 4 April 2017   17:11 58954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekali lagi masyarakat dikagetkan oleh pernyataan seorang direktur BPJS dengan menyatakan bahwa 71% pasien di Puskesmas diperiksa oleh dokter dengan cara cuma dipegang pegang saja. Pernyataan itu sebetulnya bisa mempunyai beragam makna, tetapi jika kita baca utuh statemen direktur tersebut di media massa jelas dan terang benderang cenderung menyalahkan dokter karena akibat hal itu angka rujukan dari puskesmas tinggi.

Yang pertama perlu saya sampaikan bahwa Puskesmas itu bisa saja mempunyai satu atau dua dokter. Seorang dokter bisa melayani antara 50 sampai 100 pasien. Jika seorang dokter memeriksa pasiennya selama 10 sampai 15 menit maka waktu yang dibutuhkan adalah 500 menit sampai 1500 menit. Kalau kita konversikan menjadi jam maka waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan pasien dipuskesmas adalah antara 9 jam sampai 24 jam.
Jika jam pendaftaran dimulai jam 08.00 pagi dan mulai pemeriksaan jam 09.00 maka pasien akan habis diperiksa setelah jam 18.00 sore atau jam 09.00 pagi besoknya. Jika kita berasumsi ada dua orang dokter maka pasien akan selesai jam 13.30 sampai 21.00 malam harinya.

Saya punya ilustrasi kejadian yang saya alami sendiri. Pada saat itu sebagai kepala Puskesmas saya harus pergi rapat sehingga pemeriksaan pasien saya serahkan kepada dokter kedua. Ada was was dihati saya memang meninggalkannya, tetapi karena keperluan tersebut tidak bisa diwakili maka akhirnya saya tinggalkan. Sesudah saya kembali jam 15.00 sore, ternyata Puskesmas masih ramai dan saya langsung didatangi oleh petugas bahwa masih ada pasien sekitar 30 orang lagi. Pemeriksaan akhirnya saya bantu dan dapat selesai setelah sekitar 1 jam. Saya bicara dengan dokter kedua persis seperti asumsi diatas bahwa jika seorang dokter memeriksa selama 15 menit maka dalam 1 jam selesai 4 pasien dan dalam 6 jam baru akan selesai sebanyak 24 pasien dan kebetulan hari itu ada 60 pasien. Persis seperti prediksi saya.

Pemeriksaan apa yang dilakukan pada pasien? Apakah pegang pegang saja. Mungkin Bapak Direktur BPJS tidak pernah memeriksa pasien sejak mulai bertugas. Mungkin beliau begitu selesai langsung bertugas dimanajemen sampai saat ini sehingga lupa. Ada 2 macam cara menegakkan diagnosa yaitu anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa dilakukan dengan cara berbicara dan mengambil informasi dari pasien. Tegasnya cuma ngobrol ngobrol doang, dan menurut guru guru kami hal itu dapat menegakkan 60% diagnosa. Selanjutnya adalah pemeriksaan fisik yaitu dengan cara Inspeksi atau melihat lihat doang, Palpasi yaitu dengan memegang megang doang, Perkusi yaitu dengan mengetok ngetok doang dan Auskultasi yaitu dengan mendengar menggunakan stetoskop. Kemudian tegaklah diagnosa klinis. Jadi jelas dengan cuma cuma  bincang bincang saja dan cuma pegang pegang saja akan tegak diagnosa.

Saya tidak tahu prosedur lain menegakkan diagnosa karena dimanapun seorang dokter melakukan pemeriksaan pasti prosedurnya akan sama karena itu prosedur yang berlaku universal. Saya jadi bingung SOP apa yang beliau maksudkan.

Untuk memastikan pemeriksaan diperlukan pemeriksaan penunjang. Dipuskesmas ada labor sederhana untuk pemeriksaan laboratorium sederhana dan juga ada mikroskop untuk pemeriksaan sputum tetapi tidak semua puskesmas memilkinya dan pemeriksaan itu dilakukan oleh tenaga khusus yang dilatih untuk hal itu dan nanti mereka melapor kedokter tentang hasilnya. Pemeriksaan penunjang yang lain seperti Rontgen,USG, CT Scan, MRA,MRI,Laboratorium Klinik dilakukan di rumah sakit dan dilakukan oleh tenaga yang lebih terlatih. Puskesmas tidak memilki alat itu.

Lalu kenapa alat itu tidak ada di Puskesmas, karena Puskesmas memang lebih banyak melakukan tugas promotif dan tugas seorang Kepala Puskesmas lebih banyak melakukan hal ini. Pengobatan hanya satu program dari puluhan program di Puskesmas. Tugas seorang dokter Kepala Puskesmas malahan lebih banyak untuk hal ini demikian juga seorang dokter puskesmas. Apakah alat tersebut diperlukan?, memang tidak diperlukan karena tugas puskesmas sebagian besar bukan kuratif tetapi preventif.
Seorang dokter puskesmas yang melakukan tugasnya dengan benar malahan akan lebih banyak berada di desa ditengah komunitasnya. Seorang dokter di puskesmas bukanlah seorang dokter praktek klinis, tetapi seorang dokter yang bekerja dengan tugas lebih banyak ke pencegahan. Lucu malahan kalau melihat seorang dokter dari pagi sampai sore duduk di puskesmas menunggu pasien. Itulah yang kami lakukan di Puskesmas.

Lalu bagaimana dengan pasien yang banyak di puskesmas?. Seorang dokter akan berbagi dengan perawatnya untuk kasus baru dan kasus berulang. Untuk kasus baru harus ditangani dokter, untuk kasus tambah obat misalnya pasien TBC bisa langsung ke petugas dan mungkin akan diperiksa dokter setiap bulan saja. Untuk pemeriksaan tensimeter dan suhu dilakukan petugas kecuali kalau dokter merasa perlu melakukannya.

Apakah keterangan saya ini valid? tentu saja pertanyaan ini akan muncul.Mungkin perlu saya sampaikan bahwa saya seorang dokter subspesialis yang bertugas saat ini di Rumah Sakit Rujukan Nasional ,merangkak dari bawah memulai dari Puskesmas Terpencil di Sumatera dan sebagian besar wilayahnya tak dapat ditempuh dengan sepeda motor, hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Beberapa desa hanya dapat ditempuh dengan perjalanan lebih 12 jam berjalan kaki. Selama bertugas di Puskesmas pernah menjadi seorang Pimpinan Puskesmas Berprestasi Tingkat Propinsi selama dua tahun berturut turut dan juga seorang Dokter Teladan Propinsi dan beberapa bidan serta perawat kami juga merupakan teladan propinsi, Posyandu kami saat itu juga merupakan nomor satu di propinsi dan Puskesmas saya merupakan tiga besar Pusat Pelayanan Percontohan tingkat Propinsi dibawah RSU Propinsi dan PDAM Kotamadya di ibukota propinsi. Apa yang saya sampaikan dalam tulisan ini bukanlah hal mengada ngada, tetapi fakta yang terjadi di Puskesmas dan tentu saja seiring dengan perjalanan waktu akan ada perbaikan. Tetapi kembali kita ke konsep Puskesmas yang lebih mengedepankan Preventif, maka tentu tidak akan banyak perubahan.

Kembali ke Direktur BPJS tersebut. Saya heran kok bisa dia yang menghakimi dokter dokter puskesmas di media massa. Tugas evaluasi keilmuan seperti penelitian ada ranah untuk mengeksposenya. Media massa bukanlah tempat untuk mengumbarnya. Seorang dokter puskesmas hanya bisa dievaluasi oleh pimpinannya. Secara nasional jika ada masalah yang berhak mengevaluasi adalah Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan tahu benar tugas pokok dan fungsi dokter dan petugas di puskesmas. Di daerah yang mengevaluasi adalah Dinas Kesehatan dengan jajarannya.

Saya melihat, bahwa hal ini dilandasi arogansi yang berlebihan . Seorang Direktur BPJS dalam tugasnya merasa bahwa bahwa dialah regulator, dialah evaluator sehingga keluar statemen yang menikam para dokter tersebut .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun