Mohon tunggu...
Pardamean Silalahi
Pardamean Silalahi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hoby catur, baca buku, dan lari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memahamkan Nilai-nilai pada Pendidikan atau Dijadikan Calon Pekerja

2 Mei 2024   14:41 Diperbarui: 2 Mei 2024   14:42 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada dasarnya Indonesia memiliki banyak penduduk, jika terhitung dari pertengangahn 2023 sudah mencapai 278 juta jiwa. jika melihat posisi ini kerap Indonesia dijanjikan dengan bonus demografi yang mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia, kembali lagi jika itu dimanfaat kan dengan baik ditopang dengan kebijakan pemerintahan yang harus memperkuat dasar pondasi dengan setiap aspek yang dimiliki.

Jika melihat posisi Indonesia sekarang banyak potensi yang sudah diakui oleh banyak pihak asing sehingga mereka berlomba-lomba mendekat dengan embel-embel "kerjasama, kolaborasi, membuat kerjasama ekonomi" yang lagi-lagi hanya sedikit yang diuntungkan dari sana. Kita semua paham bahwa semua orang membutuhkan pekerjaan, barang kali mereka-mereka yang baru lulus dan dulunya frontal akan apa yang terjadi pada lingkungan akan membuat sebuah pilihan. "Saya akan bekerja pada perusahaan karena saya membutuhkan uang " ujar salah satu mahasiswa.

Apabila melihat anak yang tumbuh dan besar diera tahun 2000an kerap kali mentalitas hanya tumbuh sebesar biji sesawi, hal ini telah terbukti bahwa anak diera sekarang hanya banyak dikasih asupan saja, dan jarang dihadapkan dengan masalah serta asupan yang kita katakan tadi adalah asupan kasih sayang yang berlebih. Bagaimana tidak anak-anak diera sekarang kebanyakan menghalunya luar biasa tanpa melakukan aksi, padahal jika melihat kedepan  seharusnya dari aksi tadi kita dapat bereksperimen bahwa yang dibutuhkan adalah aksi nyata selepas itu refleksi sehingga kehidupan itu dapat bertumbuh. Pada buku paulo freire tertulis jelas pada buku itu terkandung makna bahwa "memberikan pengalaman, meluruskan salahfahaman serta mempertajam pertanyaan dan memberikan jalan keluar" Pendidikan Kaum Tertindas.

Namun bak nasi sudah jadi bubur pendidikan di Indonesia lagi-lagi punya pr dan catatan besar, terkait apa yang sudah terjadi perlu lagi di evaluasi. Secara porsi nasional bahwa kementrian pendidikan memiliki anggaran besar terkait kebijakan yang mau mereka jalankan namun itu semua belum terdistribusi dan terjalankan secara keseluruhan dari kebijakan, baik dari gaji guru, fasilitas dan mutu yang terkandung pada susunan kurikulum. Yang membuat hati ini meringis adalah kerap kali dari pihak tenaga pendidikan selalu menyebut " mau jadi apa nanti kalian kalau seperti ini modelannya, gk laku didunia kerja seperti itu" menjadi pertanyaan apakah ketika mereka bersekolah hanya untuk mencari kerja kah ? apakah ketika bersekolah tidak mengutamakan nilai-nilai dan budi luhur kebangsaan serta cinta tanah air disamping pengetahuan? " mereka yang bersekolah punya tujuan yang ingin dikasih pemahaman, dari tidak tahu menjadi tahu dari yang tidak ber etik menjadi beretika dan  yang tidak bernilai menjadi punya nilai" ujar pak guru.

Mencoba refleksi sejenak dari yang sudah pernah didiskusikan  mengenai bonus Demografi, Industrialisasi, Ekonomi meroket, Indonesia Emas 2045 sebenarnya ini bicara mindsite. Tidak lah mungkin hanya karena kita ingin menuju itu semua lalu melupakan untuk menanamkan sebuah pengetahuan dari dasar hingga ke intinya, sejauh yang kita lihat kurikulum merdeka didesain sedemikian rupa hanya untuk dipersiapkan menjadi pekerja (hal ini tampak dari para tenaga pendidik menyuruh membuat sebuah projek tanpa menjelaskan urgensi dan fungsi dan  dari sistematis pelatihan magang yang hanya memberatkan peserta didik ), tidak memikirkan bagaimana kita dapat mencintai kekayaan alam, menjaga nilai kearifan dan membuang jauh-jauh sifat "eksploitasi berlebih" yang sudah mulai tampak pada pembinaan dan pendidikan yang selalu mengutamakan "pendidikan untuk jadi pekerja"tidak memahamkan "nilai-nilai dan pengetahuan pada peserta pendidikan" hanya kita yang mampu memikirkan nasib bangsa kita.

Berbicara dengan mutu pendidikan, kita melihat sosok Ki Hajar Dewantara yang merupakan sosok pelopor pendidikan kaum pribumi dan dia juga dianugerahi bapak pendidikan nassional yang dimana dialah sebagai pahlawan pendidikan yang membawa kaum tertindas untuk dapat berpikir kritis, memberikan pemahaman dan nilai , serta dapat merumuskan solusi. Dari sumber yang didapati Ki Hajar Dewantara adalah seorang pahlawan yang juga ikut dalam upaya pembebasan bangsa Indonesia dari bangsa penjajah, kerap kali kita akan berpikir bahwa kita dijajah dinegeri sendiri. 

Pendidikan hadap masalah  perlu dibuat sebagaimana bentuk kecintaan kita sebagai warga Indonesia, kita dapat berkaca dari apa yang sudah dilakukan Ki Hajar Dewantara  melalui aksinya bahwa kita harus keluar dari gejolak perbudakan yang dulu dipimpin bangsa penjajah. Ia sangat disayang bangsa karena bentuk kasih cintanya mengajak orang banyak untuk belajar dari permasalahan kecil maupun besar, lalu menuliskan permasalahan kedalam bentuk rumusan, lalu didiskusikan dan bebas  mendengar pendapat, dan mendapatkan sebuah solusi. Simpelnya seperti ini, kita bukan mau merubah semua kurikulum yang disusun tanpa landasan namun ini penting agar perkembangan daya pikir peserta didik diasah melalui ; Aksi-Refleksi sampai Refleksi -Aksi jadi tidak perlu membebani terlalu banyak  dengan materi-materi, toh juga mereka tidak menginginkan itu semua.

Jika dihadapkan dengan pertanyaan, mau kerja atau lanjut kuliah ? selalu jawaban "mau kerja, jadi apapun jadilah asal masih sesuai dengan proporsi penawaran diawal, masalah gaji nantilah yang penting nambah pengalaman" ujar sahabat kampus yang baru lulus. Dari sini kita melihat bahwa mereka kebanyakan mau bekerja karena tuntutan finansial dan lagi-lagi dibayangi dengan kata "pengalaman" lagi-lagi harus dipertanyakan, emang selama ini dirimu kemana aja ?  cari pengalamannya kok pas sesudah selesai dari kampus. Senada dengan pendidikan hadap masalah jika ini diterapkan pada dunia pendidikan, hal pertanyaan diatas tidak lagi muncul karena kita sudah mampu mengatasinya, yah jelas tentunya dia harus nya sudah tau bahwa tingginya persaingan dan jumlah angkatan kerja justru membuatnya lebih mandiri, tidak lagi memikirkan diperusahaan mana aku akan kerja, namun apa  yang bisa kuperbuat bagi bangsa dan negara jika kita memakai sistem pendidikan hadap masalah, dan  lagi kita tidak ter fokus hanya satu titik yang mau kita kerjakan kalau kita yang ciptakan peluang bukan menunggu peluang.

Ngomongin pekerjaan, sudah banyak pelatihan-pelatihan yang ada disekitar kita yang dapat kita ikuti. Termasuk magang yang sudah kita sebutin tadi, ya benar mereka yang magang perlu lagi dibina dan diisi selayaknya sesuai dengan prosedur yang diinginkan perusahaan. Sedikit menceritakan dari hasil diskusi peserta magang, bahwa magang yang diterapkan dari kampus mempunyai tenggat waktu bahkan bagi yang jauh dari tempat asal peserta magang dengan tempat magang, mereka hanya difasilitasi ongkos pulang-pergi sampai tenggat waktu selesai magang. Nah bagi mereka yang sudah memulai magang bahkan untuk biaya makan mereka pun kerap kali harus dikirim dari kampung dan jam kerja mereka disesuaikan juga sama pekerja kantor tetap, apa itu tidak bisa kita sebut eksploitasi? "ya beruntungnya mereka yang pertukaran mahasiswa sedikit nambah jajan dan ada jalan-jalannya " ujar salah satu mahasiswa, sambil bercanda gurau.

Kita harus berubah!!! memulai pendidikan dengan gaya merdeka belajar, bukan ala-ala merdeka namun didalamnya ada banyak penindasan dan eksploitasi yang berkedok pelatihan. Bukan mau menjadi pahlawan disiang hari, namun kesadaran ini harusnya dibangun seiiring yang kita lihat banyak permasalahan dilingkungan kehidupan ini. Ini bukan prihal kamu, aku, siapa, mengapa dan dimana namun ini memahamkan sedikit kecintaan kita bangsa dan negara, melalui refleksi hari Buruh dan hari Pendidikan sebagai bentuk wujud kita dalam impresi dan selanjutnya kita dapat mengekspresikannya sebagai wujud kesadaran itu.

Jangan lagi pemahaman yang mau kita buat hanya sekedar pemahaman "mengisi cawan kosong" dia bersifat pemahaman yang  menabungkan pemahaman ke isi kepala yang kosong, tanpa adanya lagi sifat ekspresi yang ditindak lanjuti, orang-orang yang menabung keisi kepalanya hanyalah orang-orang yang masih ragu akan apa yang mau ia perbuat, itu sebabnya pendidikan itu harus bebas berekspresi. Sejatinya negara ini bukan lagi kekurangan orang yang cerdas, namun bangsa ini kekurangan orang yang sadar akan panggilan tadi, akan ciri kemahasiswaan, akan ciri semangat perjuangan  dan kerap kali kita dilabeli bangsa yang santai dengan mengaitkan unsur keagamaan " semua sudah diatur Tuhan dan sudah suratan" ini adalah momok yang sulit dihilangkan bagi curat marut bangsa ini, ujungnya mereka yang punya kuasa dan modal besar selalu menambah budak pekerja karena mental bangsa sudah rusak, sehat selalu negeri ku Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun