Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Nur Ikhsan
Muhammad Ilham Nur Ikhsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Orang boleh lupa tapi catatan selalu mengingatkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makan Siang Gratis dan Misi Penanggulangan Stunting: Refleksi Pagi tentang Kebijakan Publik dan Kesejahteraan Manusia

9 Mei 2024   01:03 Diperbarui: 9 Mei 2024   03:01 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi indah dengan secangkir kopi. Mumpung lagi santai, pagi ini saya bangun agak sedikit lebih cepat dari biasannya (04.30 Wita). Seperti pada pagi lainnya, dengan menggunakan berbagai platform media social, yang pertama kali saya update adalah perkembangan terkini isu nasional.

Saat melihat-lihat dan traveling ke berbagai judul berita, ada judul berita yang membuat saya kembali mengingat pengalaman saya semasa  berkuliah di Jogjakarta. 

Berita itu berjudul " 3 skenario makan siang gratis, makan siang gratis Rp 15 Ribu, dan lain sebagainya". Entah baru, atau saya kurang update yang jelas,  Isu ini menarik bagi saya  dengan konteksnya  yang mengarah kepada kebijakan public dan brandingnya merupakan bagian dari konsep besar peningkatan indeks pembangunan manusia terutama secara spesifik ditujukan untuk penanggulangan stunting.

Sebelum lebih jauh, sekapur sirih dari saya mengenai stunting kiranya penting untuk mengawali  orat oret saya pagi ini.  Jadi, Stunting adalah istilah yang digunakan dalam konteks kesehatan dan gizi untuk menggambarkan kondisi gagal pertumbuhan pada anak-anak akibat kekurangan nutrisi, terutama protein dan nutrisi penting lainnya, selama periode pertumbuhan yang kritis, yang umumnya terjadi pada masa anak-anak, terutama pada masa prenatal dan dua tahun pertama kehidupan. 

Stunting biasanya menghasilkan tinggi badan yang lebih pendek dari yang seharusnya sesuai dengan usia anak. Ini juga dapat memengaruhi perkembangan otak dan kecerdasan anak.

Dalam jangka Panjang, stunting dapat memberikan efek domino, misalnya anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki gangguan perkembangan kognitif yang dapat memengaruhi kemampuan belajar, memahami, dan berpikir secara abstrak. 

Hal ini dapat berdampak pada prestasi akademis mereka di sekolah, stunting dapat meningkatkan risiko anak terkena penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi di kemudian hari. Stunting dapat menjadi faktor yang memperluas siklus kemiskinan, karena anak-anak yang tumbuh menjadi orang dewasa dengan stunting mungkin memiliki kesempatan yang lebih terbatas untuk mencapai potensi ekonomi dan sosial mereka. Jadi seperti itu  bro and sist.

Lanjut, saat itu saya mendapat kesempatan menjadi asisten tenaga ahli di Jogjakarta, dalam project  kajian strategis peningkatan indeks pembangunan manusia di sebuah Kota  kecil nan indah yang ada di Provinsi Jawa bagian Tengah.

Kami mengkaji apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka akselerasi  indeks pembangunan manusia. Oh iya, sebelum lebih jauh ada baiknya saya jelaskan dulu apa itu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biar masuk barang ini. 

Jadi bro and sis,  IPM adalah salah satu metrik yang digunakan oleh PBB dan lembaga internasional lainnya untuk mengukur tingkat kesejahteraan manusia dalam suatu negara atau wilayah. Indeks Pembangunan Manusia menggabungkan beberapa indikator utama untuk mengukur tiga dimensi kunci pembangunan manusia, diantaranya:

  • Harapan Hidup (Kesehatan): Ini mengacu pada rata-rata usia yang diharapkan dari kelahiran, yang mencerminkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan populasi.
  • Pendidikan: Biasanya diukur dengan menggunakan angka partisipasi sekolah dan tingkat melek huruf dalam populasi, menyoroti akses dan kualitas pendidikan.
  • Pendapatan atau Standar Hidup: Ini mencerminkan tingkat kemakmuran dan standar hidup yang dapat diakses oleh populasi, sering kali diukur dengan menggunakan pendapatan per kapita atau indeks kemiskinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun