Mohon tunggu...
ALIPIUS SADANIANG
ALIPIUS SADANIANG Mohon Tunggu... -

Adil Ka' Talino Ba Curamin Ka' Saruga Ba Sengat Ka' Jubata. Idup diri' nian ina baya ina diri nyujukng nyambah Jubata nang pamanya koa ina bakasatukatn.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Majemuk

4 Juni 2013   08:50 Diperbarui: 4 April 2017   17:49 4111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

Bagian ini saya akan membahas yang menjadi Pendahuluan dalam tulisan yang akan saya paparkan dalam bab-bab berikutnya. Penguraikan saya dalam pendahuluan ini anatara lain: Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah dan Tujuan Penulisan.

A.Latar Belakang Masalah

Masyarakat majemuk  merupakan suatu topik yang menarik untuk diuraikan. Bhinneka Tunggal Ika, demikian slogan yang dicengkeram oleh Garuda, burung lambang negara kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, atas dasar tersebut, asumsi yang kini terus bertahan adalah Indonesia selalu dianggap majemuk bukan multikultur. Asumsi ini harus mulai dipertanyakan karena pola masyarakat majemuk sarat bias kolonial Belanda. Sejumlah ahli kemasyarakatan Indonesia, semisal Parsudi Suparlan, berupaya mendekonstruksi asumsi majemuk masyarakat Indonesia menjadi multikultural. Asumsi majemuk dianggap tidak sehat dalam menciptakan harmoni dan integrasi Indonesia yang ditengarai berbagai kerusuhan berbias etnis maupun agama. Pada kesempatan ini perlu dinyatakan kaum intelektual Indonesia pun dianggap bertanggung jawab karena turut mempertahankan konsepsi masyarakat majemuk Indonesia ke dalam wacana publik. 

Terdapat kehendak kuat mengganti asumsi beragamnya primordial Indonesia dengan tidak lagi menggunakan denotasi majemuk melainkan multikultural. Dalam multikultural, etnis-etnis yang berbeda setara posisinya dalam proses hidup dan berpolitik di dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya konsepsi masyarakat majemuk menyiratkan bias konsep dominasi salah satu etnis atau ras dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia.

Untuk itu, akan ditelusuri sejumlah teori sosial berkenaan dengan konsep majemuk dan multikultur masyarakat. Ini guna mencari pijakan teoretis dalam melakukan counter theory terhadap hegemoni konsep masyarakat majemuk dalam studi-studi sosial dan politik Indonesia. Tentunya, kita berharap yang baik, bahwa integrasi antar elemen masyarakat Indonesia tercipta tidak berdasarkan paksaan melainkan melalui proses negosiasi secara alamiah dan penuh kedamaian. Berkaitan dengan itu saya akan menguraikan tulisan ini dengan judul : “MASYARATAKAT MAJEMUK”.

B. Rumusan Masalah

Sebelum saya menguraikan pembahasan yang ada  didalam bab-bab berikutnya, saya akan merumusakan masalah dalam penulisan  ini untuk mengarahakan sebagai acuan dalam penguraian saya selanjutnya. Rumusan masalah yang saya kemukakan anatara lain:

1.Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Majemuk?

2.Bagaimana ciri-ciri Masyarakat Majemuk?

3.Apa yang membedakan Masyarakat Majemuk dan Mulitikulturalisme?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukan diatas maka maksud dan tujuan tulisan iniadalah sebagai berikut:

1.Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Majemuk dalam kehidupan sosial.

2. Untuk mengetahui bagai mana cara pengembangan Masyarakat Majemuk secara komperhensif dan tujuan Masyarakat Majemuk yang dilakukan dalam pembagunan sosial.

3.Untuk memenuhi tuntutan akademis, sebagai tugas belajar di Magister Ilmu Sosial prodi Sosiologi secara khusus mata kuliah Sistem Sosial Indonesia.

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bagian ini saya akan menguraikan landasan teori yang menjadi dasar  karangka berfikir saya dalam menguraikan tulisan mengenai Masyarakat Majemuk ini. Yang termasuk dalam penguaraian saya dalam bab ini anatara lain: Pengertian Masayarakat Majemuk Menurut Para-Sosiolog, Jenis-jenis Masyarakat Majemuk dan Ciri-ciri Masyarakat Majemuk.

A.Pengertian Masyarakat Majemuk Menurut Para-Sosiolog.

Menurut J.S. Furnivall, Masyarakat Majemuk merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas maupun kelompok-kelompok yang secara budaya dan ekonomi trpisah secara memiliki strukutyr kelembagaan yang berbeda satu dengan lainnya. Nasikun, menyatakan bahwa masyarakat majemuk merupakan suatu masyrakat yang menganut system nilai yang berbeda di antara berbagai kesatuan sosial yang menjadi anggotanya. Para anggota masyarakat tersebut kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahakan kurang memiliki dasar untuk mengembangkan sikap salaing memahami. Senada dengan itu, Clifford Geertz, berpendapat bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi atas subsitem-subsistem yang lebih kurang berdiri sendiri dan dipersatukan oleh ikatan-ikatan primordial.

B.Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk

Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya, masyarakat majemuk dapat dibedakan menjadi empat kategori sebagi berikut :

1.Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu masyarakat majemuk yang terdiriatas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang memilki kekuatan kompetitif seimbang.

2.Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakatmajemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang kekuatan kompetitip tidak seimbang.

3.Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat yang antara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitip di atas yang lain, sehingga mendominasi politik dan ekonomi.

C.Ciri-ciri Masyarakat Majemuk

Menurut  Van de Berg ciri-ciri Masyarakat Majemuk adalah sebagai berikut :


  1. Terintegrasinya masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki ciri khas budaya yang berbeda satu sama lain.
  2. Adanya lembaga-lembaga sosial yang saling tergantung satu sama lain karena adanya tingkat perbedaan budaya yang tinggi.
  3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
  4. Kecenderungan terjadinya konflik lebih besar di antara kelompok satu dengan yang lain.
  5. Integrasi sosial tumbuh di antara kelompok sosial yang satu dengan yang lain.
  6. Adanya kekuasaan politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

BAB III

MASYARAKAT MAJEMUK

Pada bagian ini merupakan pembahasan dari tulisan mengenai Masyarakat Majemuk. Penguraian tulisan ini akan saya uaraikan secara sistematis dan singkat, dan yang menjadi penguraian, yaitu: Masyarakat Majemuk, Perbedaan Masyarakat Majemuk dan Multikulturalime, Hubungan Dominan dan Minoritas Dalam Masyarakat Majemuk, Masyarakat Majemuk Menuju Kesederajatan, dan Masyarakat Majemuk Indonesia.

A.Masyarakat Majemuk

Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi atau pada jaman penjaajhan Belanda dan penjaajhan Jepang di Indonesia. Dan, ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Dalam tulisan singkat ini akan ditunjukkan bahwa perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita perjuangkan untuk dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini akan dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia majemuk, yang seringkali salah diidentifikasi oleh para ahli dan orang awam sebagai masyarakat multikultural. Uraian berikutnya adalah mengenai dengan penjelasan mengenai apa itu golongan minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan golongan dominan, dan disusul dengan penjelasan mengenai multikulturalisme. Tulisan akan diakhiri dengan saran mengenai bagaimana memperjuangkan hak-hak minoritas di Indonesia.

B.Perbedaan Masyarakat Majemuk dan Multikulturalime

Pada banyak buku sering orang menyamakan antara kedua istilah tersebut. Masyarakat majemuk adalah masyarakat multikultural. Memang bila dikaji secara bahasa ringan, kedua kata tersebut sekilas sama "majemuk" dan "multi-kultur". Mengapa demikian? Pendapat tokoh yang mempopulerkannya dan kita tanpa menelaah lebih panjang lagi mengadopsi apa adanya. Konsepnya :masyarakat majemuk adalah dasar terbentuknya masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sudah pasti masyarakat majemuk.Penjelasannya :Masyarakat majemuk adalah suatu kondisi dimasyarakat yang terdiri dari berbagai perbedaan (diferensiasi sosial) yang terdiri dari  berbagai strata, ekonomi, ras, suku bangsa, agama dan budaya yang berjalan dengan apa adanya. Masyarakat ini masih seperti masyarakat pada umumnya dengan berbagai realitas sosial, masih terdapat konflik, pertentangan dan realitas sosial lainnya.Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat yang majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Pada masyarakat ini, dengan banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.Contohnya :Masyarakat Indonesia dapat dikategorikan masyarakat majemuk, dengan segala perbedaan dan konflik yang senantiasa menghiasi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita.  Sedangkan masyarakat multikultural dapat kita contohkan masyarakat pada zaman para-Nabi. Dengan banyaknya perbedaan, sikap rukun saling menghargai, hidup berdampingan dan saling membantu adalah cita-cita setiap masyarakat didunia.

C.Hubungan Dominan dan Minoritas Dalam Masyarakat Majemuk

Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajad atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka itu hidup. Karena itu mereka merasakan adanya tindakan diskriminasi secara kolektif. Mereka diperlakukan sebagai orang luar dari masyarakat dimana mereka hidup. Mereka juga menduduki posisi yang tidak menguntungkan dalam kehidupan sosial masyarakatnya, karena mereka dibatasi dalam sejumlah kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka yang tergolong minoritas mempunyai gengsi yang rendah dan seringkali menjadi sasaran olok-olok, kebencian, kemarahan, dan kekerasan. Posisi mereka yang rendah termanifestasi dalam bentuk akses yang terbatas terhadap kesempatan-kesempatan pendidikan, dan keterbatasan dalam kemajuan pekerjaan dan profesi.

Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan dan pertentangannya dengan kelompok dominan, yaitu mereka yang menikmati status sosial tinggi dan sejumlah keistimewaan yang banyak. Mereka ini mengembangkan seperangkat prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam masyarakatnya. Prasangka ini berkembang berdasarkan pada adanya (1) perasaan superioritas pada mereka yang tergolong dominan; (2) sebuah perasaan yang secara intrinsik ada dalam keyakinan mereka bahwa golongan minoritas yang rendah derajadnya itu adalah berbeda dari mereka dantergolong sebagai orang asing; (3) adanya klaim pada golongan dominan bahwa sebagai akses sumber daya yang ada adalah merupakan hak mereka, dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang tergolong minoritas dan rendah derajadnya itu akan mengambil sumberdaya-sumberdaya tersebut.

Dalam pembahasan tersebut di atas, keberadaan dan kehidupan minoritas yang dilihat dalam pertentangannya dengan dominan, adalah sebuah pendekatan untuk melihat minoritas dengan segala keterbatasannya dan dengan diskriminasi dan perlakukan yang tidak adil dari mereka yang tergolong dominan. Dalam perspektif ini, dominan-minoritas dilihat sebagai hubungan kekuatan. Kekuatan yang terwujud dalam struktur-struktur hubungan kekuatan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat-tingkat lokal. Bila kita melihat minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan mayoritas maka yang akan dihasilkan adalah hubungan mereka yang populasinya besar (mayoritas) dan yang populasinya kecil (minoritas). Perspektif ini tidak akan dapat memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi. Karena besar populasinya belum tentu besar kekuatannya.

Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuakn yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas, atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lain yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan. Menurut pendapat saya, cara yang terbaik adalah dengan merubah masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat multikultural (multicultural society), dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa Indonesia untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.

D.Masyarakat Majemuk Menuju Kesederajatan

Masyarakat Majemuk adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.

Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang-wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi multikulturalisme perlu  dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui tulisan  ini saya juga ingin mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan dan dimantapkan melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis.

Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya.Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.

Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup.

E. Masyarakat Majemuk Indonesia

Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional, yang biasanya dilakukan secara paksa (by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah negara. Sebelum Perang Dunia kedua, masyarakat-masyarakat negara jajahan adalah contoh dari masyarakat majemuk. Sedangkan setelah Perang Dunia kedua contoh-contoh dari masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Suriname. Ciri-ciri yang menyolok dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah hubungan antara sistem nasional atau pemerintah nasional dengan masyrakat suku bangsa, dan hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional. Dalam perspektif hubngan kekuatan, sistem nasional atau pemerintahan nasional adalah yang dominan dan masyarakat-masyarakat suku bangsa adalah minoritas. Hubungan antara pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa dalam masyarakat jajahan selalu diperantarai oleh golongan perantara, yang posisi ini di hindia Belanda dipegang oleh golongan Cina, Arab, dan Timur Asing lainnya untuk kepentingan pasar. Sedangkan para sultan dan raja atau para bangsawan yang disukung oleh para birokrat (priyayi) digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan penguasaan. Atau dipercayakan kepada para bangsawan dan priyayi untuk kelompok-kelompok suku bangsa yang digolongkan sebagai terbelakang atau primitif.

Dalam masyarakat majemuk dengan demikian ada perbedaan-perbedaan sosial, budaya, dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Dalam masyarakat Hindia Belanda, pemerintah nasional atau penjajah mempunyai kekutan militer dan polisi yang dibarengi dengan kekuatan hukum untuk memaksakan kepentingan-kepentingannya, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Dalam struktur hubungan kekuatan yang berlaku secara nasional, dalalm penjajahan hindia Belanda terdapat golongan yang paling dominan yang berada pada lapisan teratas, yaitu orang Belanda dan orang kulit putih, disusul oleh orang Cina, Arab, dan Timur asing lainnya, dan kemdian yang terbawah adalah mereka yang tergolong pribumi. Mereka yang tergolong pribumi digolongkan lagi menjadi yang tergolong telah menganl peradaban dan meraka yang belum mengenal peradaban atau yang masih primitif. Dalam struktur yang berlaku nasional ini terdapat struktur-struktur hubungan kekuatan dominan-minoritas yang bervariasi sesuai konteks-konteks hubungan dan kepentingan yang berlaku.

Dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah penajajahan Jepang yang merupakan pemerintahan militer telah memposisikan diri sebagai kekuatan memaksa yang maha besar dalam segala bidang kehidupan masyarakat suku bangsa yang dijajahnya. Dengan kerakusannya yang luar biasa, seluruh wilayah jajahan Jepang di Indonesia dieksploitasi secara habis habisan baik yang berupa sumber daya alam fisik maupun sumber daya manusianya (ingat Romusha), yang merupakan kelompok minoritas dalam perspektif penjajahan Jepang. Warga masyarakat Hindia Belanda yang kemudian menjadi warga penjajahan Jepang menyadari pentingnya memerdekakan diri dari penjajahan Jepang yang amat menyengsarakan mereka, kemerdekaan diri pada tanggal 17 agustus tahun 1945, dipimpin oleh Soekarno-Hatta.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yang disemangati oleh Sumpah Pemuda tahun 1928, sebetulnya merupakan terbentuknya sebuah bangsa dalam sebuah negara yaitu Indonesia tanpa ada unsur paksaan. Pada tahun-tahun penguasaan dan pemantapan kekuasaan pemerintah nasional barulah muncul sejumlah pemberontakan kesukubangsaan-keyakinan keagamaan terhadap pemerintah nasional atau pemerintah pusat, seperti yang dilakukakn oleh DI/TII di jawa Barat, DI/TII di Sulawesi Selatan, RMS, PRRI di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Permesta di Sulawesi Utara, dan berbagai pemberontakan dan upaya memisahkan diri dari Republik Indonesia akhir-akhir ini sebagaimana yang terjadi di Aceh, di Riau, dan di Papua, yang harus diredam secara militer. Begitu juga dengan kerusuhan berdarah antar suku bangsa yang terjadi di kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Maluku yang harus diredam secara paksa. Kesemuanya ini menunjukkan adanya pemantapan pemersatuan negara Indonesia secara paksa, yang disebabkan oleh adanya pertentangan antara sistem nasional dengan masyarakat suku bangsa dan konflik di antara masyarakat-masyarakat suku bangsa dan keyakinan keagamaan yang berbeda di Indonesia.

Dalam era diberlakukannya otonomi daerah, siapa yang sepenuhnya berhak atas sumber daya alam, fisik, dan sosial budaya, juga diberlakukan oleh pemerintahan lokal, yang dikuasai dan didominasi administrasi dan politiknya oleh putra daerah atau mereka yang secara suku bangsa adalah suku bangsa yang asli setempat. Ini berlaku pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten dan wilayah administrasinya. Ketentuan otonomi daerah ini menghasilkan golongan dominan dan golongan minoritas yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kesukubangsaan yang bersangkutan.

BAB IV

KESIMPULAN

Meliahat penguraian diatas, sangat jelas fakta sosial yang ada dalam masyarakat, yaitu  masyarakat majemuk yang bersifat multidimensional itu akan dan telah menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat terintegrasi secara horizontal, sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia akan memberikan bentuk pada integrasi nasioanal yang bersifat vertical.Untuk menyipulkan tulisan ini, saya akan memulainya dengan mengigat kembali beberapa karakteristik yang ada dalam masyarakat sebagai sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk sebagaimana yang dikemukakan oleh van den Berght, yaitu:

1.Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkalai memiliki kebudayaan, atau lebih tepat subkebudayaan, yang berbeda satu sama lain.

2.Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.

3.Kurang mengembangkan consensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.

4.Secara relative seringkali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

5.Secara relative integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

6.Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok lain.

Sebab dan akaibat kemajemukan atau kemajemukan itulah yang merupakan bahan utma dalam diskursus multikulturalime.Jarak antara sebab dan akibat memunculkan banyak hal yang perlu dipahami untuk bisa melihat kenyataan secara jernih, agar perjalanan ke masa depan dapat dijalani dalam kemajemukan yang benar.

DAFTAR PUSTAKA

Nasikun,

2007 Sistem Sosial Indonesia,  Jakarta: PT. Raja Garafindo

Sumartana,

2005Pralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia ,Yogyakara: Pustaka Pelajar

Sumartana, dkk, Pralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2005) Hlm. 65

. Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Garafindo, 2007) Hlm. 13

. www.masyarakat majemuk.com.

. www.masyarakat majemuk. com

. Sumartana, dkk, Pralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2005) Hlm. 65.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun