Mohon tunggu...
Komar Udin
Komar Udin Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Membaca, sederhana , politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Akomodatif Pemenang Pilpres

10 Mei 2024   14:00 Diperbarui: 10 Mei 2024   14:01 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik Akomodatif pemenang pilpres

Oleh : Komarudin Daid

Pasca putusan MK tanggal 22 April 2024 yg menolak gugatan kubu Paslon 01 dan 03,yg keesokan harinya diikuti dengan penetapan pemenang Capres-Cawapres Prabowo-Gibran oleh KPU RI, maka selesailah sudah seluruh rangkaian proses pilpres 2024. Dengan demikian kondisi politik nasional yg beberapa bulan ini memanas,perlahan mulai reda.Gegap gempitanya kian hari kian berkurang,bahkan terasa makin sunyi.

Usulan membuat hak angket oleh sejumlah anggota DPRRI sepertinya mulai mati suri. Para anggota dewan yg awalnya ngotot ingin membentuk hak angket,saat ini suaranya hanya sayup terdengar , dan sebentar lagi benar-benar tidak terdengar sama sekali,terkubur seiring dinamika politik ,yang menghadirkan realitas politik baru, sehingga inisiatif hak angketpun  mati permanen.

KUE POLITIK
Yang ramai akhir-akhir ini adalah isu jatah politik antar Paslon  pemenang pilpres dengan partai Pengusung dan pendukung Prabowo-Gibran. Partai Gerindra, Golkar,PAN, Demokrat sebagai pengusung dan pendukung Paslon Prabowo-Gibran tentu saja meminta jatah politik yang setimpal berupa kursi menteri untuk partainya. Bukan cuma itu,  partai yg tidak lolos ambang batas parlemen semisal  PBB,Gelora, pasti berharap hal  yang sama, karena  merasa  sudah berkeringat memenangkan Prabowo-Gibran.

Problemnya adalah jatah kursi menteri partai pengusung dan pendukung prabowo-Gibran dengan sendirinya akan berkurang dengan merapatnya dua partai yaitu Nasdem dan PKB yang belakangan ini mulai intens menjalin komunikasi dengan Prabowo-Gibran.Mustahil dua parpol tersebut mau mendukung tanpa imbalan yg setimpal , dan "barter politik" yg paling setara adalah kursi menteri.

NASIB PARTAI NON PARLEMEN
Melihat intensitas pertemuan antara Prabowo-Gibran dengan Nasdem dan PKB nampaknya makin mengkhawatirkan posisi partai yang tdk lolos parlemen atau paliamentory Threshold , kalau partai pengusung dan pendukung yang lolos parlemen akan berkurang jatah menterinya, maka jatah partai non parlemen bisa jadi akan hilang sama sekali,sehingga yg semula berharap dapat jatah walau hanya satu kursi menteri,akan pupus alias tidak kebagian kue politik sama sekali.

Hal ini sangat mungkin terjadi,karena parpol non parlemen tidak punya nilai tawar alias bargaining politik,sementara kedua partai yang baru bergabung yaitu Nasdem dan PKB  masing-masing punya kursi 69 dan 68 kursi di DPR-RI, jumlah yg signifikan utk memperkut posisi pemerintah,sekali Gus merepotkan pemerintah seandainya mengambil posisi oposisi.

Jadi jelaslah dua partai diatas punya nilai tawar politik yang sangat strategis,ditengah keinginan Prabowo-Gibran untuk mengamankan kebijakan yang dibuatnya , dan yg bisa memback upnya hanyalah partai yang punya perwakilan diparlemen, termasuk Nasdem dan PKB, walau baru bergabung pasca ketetapan MK tanggal 22 April lalu dan tidak ikut mensukseskan Paslon Pabowo-Gibran yg kini jadi pemenang,malah jadi kompetitor terkuat dengan mengusung Paslon lain yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Itulah politik,pada kondisi tertentu begitu pleksibel dan sangat cair.

URGENSI PENAMBAHAN KEMENTERIAN
Yang tidak kalah ramai adalah soal rencana penambahan kementerian dari 34 menjadi 40 kementerian. Maka yg pertama muncul adalah apa urgensinya,sementara kementerian harus memperhatikan faktor  efektifitas dan efisiensi sesuai perintah Pasal 13 ayat 2 UU no.39/2008 yang mengatur jumlah kementerian maksimal 34 kementerian.

Kalau penambahan kementerian Tidak lagi memperhatikan faktor  efektivitas dan efisiensi, tapi semata karena ingin mengakomodir keinginan partai pendukung pemerintah, maka lahirnya kementerian baru sungguh-sungguh tidak diperlukan,karena hanya  akan terjadi pemborosan terhadap keuangan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun