Mohon tunggu...
Jamesallan Rarung
Jamesallan Rarung Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Kampung dan Anak Kampung

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Apakah KARS Masih Diperlukan, Setelah Ada RS Terakreditasi Utama Ditutup?

11 September 2016   20:44 Diperbarui: 11 September 2016   20:50 1754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) adalah merupakan lembaga independen yang bertanggungjawab langsung kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Terutama mempunyai fungsi dalam hal membimbing dan membantu rumah sakit (RS) dalam hal meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin standar keselamatan pasien.

Setelah RS dianggap telah memenuhi standar tertentu dengan level tertentu, maka KARS akan memberikan sertifikat pengakuan berupa akreditasi, sehingga RS tersebut mendapat sebutan terakreditasi mulai dari yang paling rendah sampai paripurna.

Meskipun KARS adalah lembaga independen akan tetapi juga mendapatkan anggaran dari APBN, dengan demikian pengelolaannya haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah dan DPR R.I. Hal ini pula berarti KARS secara penuh masuk dalam radar pengawasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KARS tidak terlepas dari unsur utama pelayanan publik atau masyarakat, yaitu integritas, profesionalisme, akuntabilitas, komitmen dan "teamwork" serta yang tak kalah pentingnya adalah anti korupsi.

Dengan demikian peranan dan manfaat adanya KARS ini haruslah dirasakan secara penuh dan langsung oleh masyarakat sebagai obyek utama dalam pelayanannya. Begitu juga fungsi KARS ini tetaplah harus dalam koridor usernya, yaitu Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.

Bagaimana jika ternyata, ada RS yang telah mendapat "bintang" oleh KARS malah melanggar aturan dan akhirnya ditutup oleh Pemerintah sendiri? Ini membuat tanda tanya besar dan perlu ditindaklanjuti, kalau perlu diselidiki. Semua unsur Pemerintah yang berwenang mulai dari Kementerian Kesehatan sebagai pengguna utamanya, haruslah segera mencari tahu kenapa hal ini bisa terjadi dan bagaimana suatu RS yang telah mendapat "bintang" malah kemudian ditutup? Apakah ada yang belum layak namun tetap diberikan akreditasi ataukah pelanggaran ini terjadi setelah terakreditasi, kemudian lalai dalam pengawasan dan pembinaan? Apakah setelah terakreditasi kemudian KARS lepas tangan dan tak lagi membina RS yang sudah mendapat bintang darinya? Apakah juga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) R.I. tahu dan ikut bertanggungjawab?

Banyak sekali pertanyaan yang timbul, setelah sebuah RS yang mendapat "bintang utama" dari KARS ditutup oleh Pemerintah DKI Jakarta. Ya, RS tersebut notabene berada "satu halaman" dengan Kantor Pusat KARS dan Kemenkes R.I. itu sendiri yaitu di Ibukota Negara, Jakarta.

Kemenkes R.I. dan para Pengurus KARS, haruslah menjelaskan hal ini dengan terang. Jika memang Pemerintah DKI Jakarta secara sepihak dan tidak memiliki alasan kuat untuk menutup RS tersebut, maka Kemenkes R.I. dan KARS haruslah mengeluarkan surat protes resmi, kalau perlu dilakukan somasi hukum. Namun jika sebaliknya, ternyata Pemerintah DKI Jakarta telah memiliki alasan yang kuat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, lalu kenapa bukan KARS yang terlebih dahulu menegur, membina ataupun memberikan sangsi sebelum Pemerintah DKI Jakarta melakukannya.

Hal ini bukanlah masalah sepele. Jika memang alasan RS tersebut ditutup kuat, baik secara administrasi maupun hukum, lalu dimanakah peranan KARS? Kenapa bisa terjadi hal ini di Ibukota? Bagaimana lagi dengan RS-RS yang jauh dari Ibukota Negara bahkan di daerah-daerah? Apakah tidak akan dipertanyakan "bintang-bintang" yang telah mereka sandang dan ditempel di ruang utama RS tersebut?

Kemenkes tidak boleh berpangku tangan, harus segera menindaklanjuti hal ini. Jika Pemerintah DKI Jakarta yang keliru, maka segeralah dibela RS yang ditutup dan diminta untuk dibuka kembali. Hal ini berkaitan erat dengan para dokter, tenaga kesehatan dan pegawai RS tersebut yang kehilangan pekerjaannya. Bukankah mereka telah menjadi korban? Bukankah juga mereka adalah rakyat Indonesia? Belum lagi para pasien pengguna RS tersebut yang tentunya membutuhkan pelayanan kesehatan di daerah sekitar mereka.

Akan tetapi, jika ternyata Pemerintah DKI Jakarta benar. Maka ini akan menjadi efek "bola salju". Kenapa? Karena jika merujuk kepada tempat dan lokasi dimana RS tersebut berada dan ternyata telah mendapat akreditasi -yang sama-sama kita tahu- bahwa dalam prosesnya telah mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit. Bagaimana dengan RS-RS di sekitarnya ataupun di daerah lain? Bagaimanakah pengawasan dan pembinaan oleh KARS yang operasionalnya menggunakan APBN ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun