Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apakah Kamu Lebih Malu terhadap Manusia, Ketimbang Tuhan?

4 Mei 2024   19:17 Diperbarui: 4 Mei 2024   19:27 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar oleh cottonbro studio dari pexel.com

SESOSOK bayangan melintas di antara sorot mata, lalu menyelinap dengan keanggunan di antara kata-kata yang tercekat. Ia adalah senyum yang terlipat di balik lapisan-lapisan keraguan, sebuah pujian yang mempermainkan hati yang terbuka. Dalam keheningan rasa, tersembul malu, dia adalah melodi yang mengalun lembut, merangkul kehancuran berserta kecantikan dalam satu gerakan yang tak pernah luput dalam ingatan. Ia bukanlah sekadar rasa, tetapi sebuah persembahan yang mampu memperindah kelemahan manusia dalam segala kemuliaannya.

Sepertinya, Iblis pun punya rasa malu, namun perasaan itu tersembunyi di balik tirai kebanggaannya yang terlalu besar, perasaan itu sebuah bayangan palsu, sebuah kedok untuk menyebarkan kebencian dan kedengkian yang akan menguasai hamba-hamba Tuhan yang tersesat dalam perasaan malu. Iblis paham benar, perasaan malunya bukan rasa malu yang suci, melainkan sebuah penyesalan palsu yang terlilit dalam ambisi dan keinginan untuk membangkang kepada Kebenaran.

Dalam segala perbuatannya, Iblis gemar memutarbalikkan perasaan itu, Iblis mencoba menyembunyikan rasa malu para hamba-hamba Tuhan di balik topeng-topeng keangkuhan, Iblis juga sadar bahwa di dalam kegelapan yang ia ciptakan, rasa malu itu tetap ada, sebagai saksi dari keputusasaan dan juga penderitaannya yang tak mungkin terucapkan. Iblis, sang pembangkang yang terkutuk, memperlihatkan pada hamba-hamba Tuhan, bahkan dalam kegelapan terdalam pun, cahaya Kebenaran itu akan tetap bersinar, cahaya itu sedang menantikan mereka yang mau kembali kepada-Nya dalam taubat dan kesucian.

***

"Jangan nengok!" tunjuk Linda di wajah Bobby, matanya tanpa sengaja melihat seorang laki-laki berusia lanjut yang sedang duduk berdua dengan seorang wanita yang sepertinya tidak jauh berbeda usia dengannya, padahal Linda dan Bobby baru saja tiba di tempat itu, mata Linda memang seperti elang, atau memang mata semua wanita seperti itu?

"Kamu kenal sama mereka?" tanya Bobby, dia tidak memperhatikan dengan seksama sosok laki-laki yang sedang duduk berdua dengan seorang wanita di sudut ruangan itu, memang terlihat tidak lazim di hadapan Linda, pasalnya, tempat itu, biasanya, hanya dikunjungi pasangan usia muda, atau remaja yang ingin melepas penat, meskipun ada juga pengunjung tempat ini yang berusia tiga puluhan atau empat puluhan, biasanya mereka itu adalah pasangan yang sedang berselingkuh.

"Ssstttt, berisik ih!" Linda bersungut-sungut menjawab pertanyaan dari Bobby, "jangan liat dan nengok ke arah mereka," Linda membelalakkan matanya, wajahnya terlihat sangat serius, lalu, kepalanya di goyang-goyangnya ke arah pasangan itu, "eh... eh, tapi, kamu liat dulu deh... mereka ngapain?"

"Makan!"

"Bodoh..." Linda terlihat marah, "mereka itu selingkuh!" ucap Linda tegas dalam bisiknya. Mata Linda menangkap sesuatu yang tidak selayaknya terjadi, mana ada kakek-nenek makan berduaan sambil pegangan tangan, belum pernah juga Linda melihat kakek-nenek makan berduan tapi terlihat kikkuk, yang membuat Linda berfikir keras, kemana anak dan cucu mereka? Bukankah pasangan sah di usia mereka lebih senang makan bersama anak-anak dan cucu-cucu mereka?

"Terus, kenapa? Masalahnya apa?" tanya Bobby, dia bingung. bagi Bobby pasangan tua itu bukan masalahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun