Mohon tunggu...
indarti fareninda
indarti fareninda Mohon Tunggu... Freelancer - Investigative Mind Journey

Hamba Allah, Full Time Traveller, Investigative Journalist, Movie Geeks, Natural Born Writer, Pro Bono Politician

Selanjutnya

Tutup

Healthy

A Fairy Tale Syndrome

4 November 2012   10:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:59 1779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1352198229144075759
1352198229144075759

Once upon a time, hiduplah seorang gadis bernama Cinderella dan seorang peri yang bernama Peter Pan. Mereka hidup di dua dunia yang berbeda, tapi siapa sangka, kini keduanya bertemu dan berkolaborasi menjadi suatu penyakit kejiwaan yang disebut dengan Peter Pan dan Cinderella Sindrom.

Jangan dulu tertipu, meskipun namanya terdengar indah tapi ternyata efek yang ditimbulkan oleh Peter Pan maupun Cinderella Sindrom tidak kalah mengancam dan berbahaya jika dibandingkan dengan gangguan kejiwaan lainnya seperti Schizophrenia, Delusi, ataupun Deviasi.

Menurut Elly Risman, Psi. psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Peter Pan Sindrom adalah ketidakmatangan secara psikologis, sosial dan seksual, sehingga cenderung menjadi pribadi yang pemarah, sulit berkomitmen, dan cinta diri sendiri. Sedangkan Cinderella Sindrom atau Cinderella Complex adalah ketakutan tersembunyi pada perempuan untuk mandiri. Seperti tokoh Cinderella yang dibenci ibu dan dua saudara tirinya, wanita pengidap sindrom ini merindukan sosok lelaki yang melindungi dan menyayangi.

Istilah Peter Pan Sindrom oleh Dan Kiley, penulis buku The Peter Pan Syndrome (1983), dipakai untuk menggambarkan keterpakuan secara emosional pada masa kanak-kanak yang dalam dunia psikologi juga dikenal dengan istilah fiksasi atau arrested development. Dimana remaja yang menuju dewasa menolak untuk menjadi dewasa dan meninggalkan dunia fantasi kanak-kanak menuju realitas dunia orang dewasa dengan segala tanggung jawab dan permasalahannya.

Hal ini dialami seorang mahasiswa bernama Santo. Dalam usia 23 tahun, Santo merasa dirinya belum dewasa, masih lebih suka bermain-main daripada bekerja dan belum siap memikul tanggung jawab seperti layaknya orang dewasa. Ya kalau bisa milih anatara jadi anak kecil atau dewasa, saya bingung mau jadi seperti apa?. Kecil memang asyik tapi di sisi lain saya harus menjadi dewasa. Nah, saya inginnya menjadi dewasa tapi tetap senang-senang terus, tidak memiliki banyak tanggung jawab.

Banyak hal yang menjadi faktor penyebab sindrom ini, namun pada beberapa kasus bisa saja terjadi penyimpangan. Peter Pan Sindrom tidak selalu terbentuk karena pola pengasuhan yang cenderung memanjakan anak. Bisa jadi malah sebaliknya, anak cenderung diasuh dengan cara yang keras sehingga tidak menikmati dan bahkan merasa kehilangan masa kecilnya. King of Pop Michael Jackson (MJ) adalah salah satu contoh.

Masa kecil MJ yang dipenuhi disiplin keras disertai kekerasan fisik ternyata membuat mentalnya terluka. MJ pun terobsesi dengan segala hal yang berkaitan dengan dunia anak-anak yang tak sempat ia nikmati. MJ juga membangun sebuah istana yang ia sebut Neverland. Bentuk kecintaannya terhadap dunia anak-anak sekaligus reaksi penolakan MJ untuk menjadi orang dewasa. Dengan luas sekitar 2.800 hektar, Neverland dilengkapi taman bermain, kebun binatang, dan tentu saja patung Peter Pan, figur yang sangat ia idolakan. Selain Neverland, fantasi kanak-kanaknya juga tertuang lewat lagu berjudul Childhood dalam album History (1995), dengan video klip yang ber-setting ala kisah Peter Pan, MJ seakan mengajak publik untuk tidak menghakimi sosok dirinya yang senang bermain-main layaknya anak kecil.

Lantas siapa saja sebenarnya yang rentan terkena sindrom-sindrom ini? Elly Risman menjelaskan, seorang pria bisa menjadi Peter Pan jika dalam hidupnya dia terbiasa dimanja (terutama oleh Ibu), sehingga ada ketergantungan, pria ini juga biasanya tidak dibiasakan diberi tanggung jawab untuk mandiri dan kurang diberi kedisiplinan. Sedangkan gejala Cinderella sindrom atau yang sering disebut sindrom 20, 21, 22, 23 dan seterusnya, menyerang anak wanita yang selalu dilindungi atau yang hidupnya dalam keadaan tertekan. Ia mengharap ada figur yang dapat menyelamatkannya di setiap masalah yang dihadapi tanpa ia harus berusaha untuk berjuang dengan mengerahkan segenap kemampuan.

Setidaknya itulah yang dialami oleh Fitria (25) dan Kika (25), keduanya sama-sama memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan sang ayah. Fitria sering bertengkar dan tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari sang ayah. Sementara Kika merasa gap antara generasinya dan generasi sang ayah cukup jauh, akibatnya hubungan mereka tidak terlalu dekat karena si tidak bisa berperan sebagai teman. Perasaan-perasaan seperti inilah yang sebenarnya mereka refleksikan ke alam bawah sadar sehingga timbul keinginan untuk mendapatkan sosok pria yang bisa menggantikan peran atau setidaknya menutup kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh sang ayah. Dengarkan saja penuturan Fitria tentang sosok pria idamannya. Saya ingin pria yang bisa membuat saya nyaman, mendukung saya, membuat saya merasa menjadi manusia yang berguna, hal itu tidak ada di diri ayah saya. Sebetulnya, mungkin saya tidak mendapatkan sebuah perhatian dan dukungan yang saya harapkan dari seorang ayah, makanya saya ingin mendapatkannya dari pria yang akan jadi kekasih saya.

Sesungguhnya kepribadian seorang anak itu 80% dipengaruhi oleh lingkungan (lingkungan terdekat seorang anak adalah kedua orang tuanya), dan hanya 20% saja yang dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetik). Itulah sebabnya menurut Elly, perilaku Peter Pan dan Cinderella seperti itu tentu tak muncul dalam semalam. Sengaja atau tidak, para orang tualah yang membentuk mereka menjadi Peter Pan dan Cinderella. Orang tua yang terlalu memanjakan anak, membela setiap ada kesalahan, melindungi berlebihan, dan menuruti permintaan mengakibatkan daya juang anak melemah. Pola asuh memang tak bisa disepelekan karena dampaknya panjang. Hal ini juga diakui Santo, yang memang lengket sekali dengan ibunya. Selama ini kedua orangtua saya cenderung manjain karena mereka nggak tega melihat saya susah. Bokap saya cenderung galak tetapi Ibu saya cenderung manjain anaknya. Makanya hubungan saya dan Nyokap juga deket banget. Saya jarang ngobrol dengan Bokap kalau ada apa-apa saya pasti ngomongnya sama Nyokap. Setiap hari saya pasti bermanja-manjaan dan bercanda dengan Ibu saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun