Oleh: Abdul Hakim El Hamidy
Hobi membaca buku menggila saat kelas dua Tsanawiyah. Sekira usia 13 atau 14 tahun saya sudah membaca buku-buku bernuansa Islam dan pemikiran. Bahkan istilah-istilah Inggris dan Perancis yang saya baca saat itu langsung lengket di otak. Inilah yang saya jadikan bahan  ceramah/pidato yang mengantarkan saya juara pidato di pondok pesantren.
Pesantren Persis Lempong Banyuresmi Garut menjadikan awal saya memupuk kepercayaan diri. Juara umum pidato dengan jurinya Ustaz Dede Sodikin, Ustaz Yayang, dan Ustazah Nurjannah memantik saya untuk terus mempertajam kemampuan berbicara di depan publik. Wajah guru saya itu masing saya kenang hingga sekarang.
Namun, siapa menduga saya biasa berbicara di depan podium menjadi seorang penulis. Ternyata kemampuan menulis saya itu merupakan tabungan gagasan dari membaca buku. Ingat, teman akrab menulis adalah membaca. Dengan membaca, maka tabungan gagasan itu memenuhi kepala yang siap untuk dicairkan ke dalam tulisan.
Awal mula saya hobi menulis itu tahun 2000. Kebiasaan menulis makalah sebagai tugas dari kampus membuat saya terlatih untuk merunutkan pemikiran. Namun, menulis buku tentu memiliki khas dan seni dibanding menulis makalah.
Hobi itu terus saya latih. Hingga delapan tahun kemudian mengubah persepsi mereka terhadap saya dari orator menjadi author, dari "kutu buku" Â Menjadi "penulis buku". Buku perdana terbit di penerbit nasional, kemudian buku selanjutnya ada yang diterbitkan di penerbit mayor dan ada yang diterbitkan di penerbit mandiri. Dari menulis saya melebarkan sayap menjadi pelatih (trainer) dan motivator. Dari panggung ke panggung. Namun, beberapa tahun kemudian saya banyak di meja, ruangan spesial sebagai profesional baik dalam lingkup sebagai business owner di penerbitan maupun sebagai Co-Writer dan Ghost Writer, mendampingi dan membantu para tokoh dalam mengalihkan gagasan menjadi tulisan. Dari sekadar teori yang dibincangkan menjadi buku yang siap untuk dihidangkan.
Buku-buku itu kemudian selalu mengiringi hidup saya. Dari bukulah saya bisa hidup dan dengan bukulah saya akan tetap hidup. Saya meyakini, bahwa Yang Maha Hidup itu akan mengiringi setiap potensi hamba-Nya, yang dengan potensi itu bisa hidup dan menghidupkan. Karena, saat dulu orang ragu bahwa saya akan hidup di dunia buku, kini banyaklah lahir penerbit buku yang menjadi ceruk dengan khasnya masing-masing.
Selamat Hari Buku.
Mari bertumbuh bersama buku.
Depok, 23 April 2024