Mohon tunggu...
Farid Wadjdi
Farid Wadjdi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bekerja di perusahaan kontraktor nasional, memiliki minat khusus di bidang arsitektur dan konstruksi, tapi juga ingin beceloteh dan curhat tentang apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akar Konflik Arab Saudi Vs Ikhwanul Muslimin

1 September 2013   20:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:31 3045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13780429331975644328

[caption id="attachment_275895" align="aligncenter" width="519" caption="Muhammad Abduh, Hasan Al Banna dan Sayyid Qutb, Sosok Pemikir yang Mewarnai Gerakan Ikhwanul Muslimin (biografiteladan.blogspot.com)"][/caption]

Selama ini, dalam beberapa postingan artikel maupun komentar yang membahas tentang krisis politik di Mesir, terdapat kesalahan mendasar dalam memandang gerakan Ikhwanul Muslimin (IM). Banyak yang mempersepsikan atau bahkan memberikan stempel bahwa IM adalah gerakan Islam radikal yang satu ide, satu faham atau bahkan saling terkait dengan gerakan radikal lain, misalnya Hizbut Tahrir, Taliban atau pun Wahabi. Padahal jika kita mau menelaah lebih lanjut, IM sangat berbeda dengan ketiga gerakan tersebut. Bahkan antar ketiga gerakan itu pun sangat berbeda. Namun beberapa pihak yang tidak mengerti atau tidak mau  mengerti cenderung menggeneralisir IM dan ketiga gerakan tersebut sebagai gerakan yang sama dan sebangun.

Akhirnya berita terakhir tentang kebijakan Raja Saudi maupun beberapa fatwa ulama wahabi di Arab Saudi, membuat mereka kebingungan. Kebijakan Raja Saudi yang mendukung kudeta militer di Mesir dan fatwa beberapa ulama wahabi di Arab Saudi yang menyematkan stempel sesat, bid'ah dan khawarij kepada IM, telah meruntuhkan opini yang terbangun dalam pikiran mereka selama ini. Mereka membangun opini tersebut semata didorong oleh fakta politik bahwa pada krisis di Mesir, pihak IM berseberangan secara diametral dengan liberal di Mesir. Padahal IM sendiri, dalam perjalanan pembentukan ideologinya tergolong progresif dan liberal, terutama jika dibandingkan dengan wahabi di Arab Saudi.

Konflik Ideologi Ikhwanul Muslimin Vs Wahabi

IM adalah organisasi yang didirikan Hasan al Banna di Mesir dengan genre Islam modernis. Al Banna terpengaruh oleh Rasyid Ridha yang membenci praktik bid’ah namun bersikap luwes terhadap pengamalan Quran dan Sunah, bahkan mampu memberi kritik terhadap praktik kekhilafahan pada masa Usman bin Affan yang dinilainya nepotis.

Ridha menghalalkan demokrasi. Baginya, sistem yang dapat menciptakan kontrol terhadap kekuasaan adalah sesuai dengan Islam. Ridha banyak terinspirasi dari gurunya, Dekan Filsafat Universitas Al-Azhar Muhammad Abduh, yang jauh lebih liberal dan pemikirannya sering bermasalah dengan kebijakan Al-Azhar yang konservatif. Bagi Abduh, kepala negara adalah penguasa sipil yang diangkat dan diberhentikan oleh rakyat, bukan oleh Tuhan. Abduh menerima ide-ide Barat tentang demokrasi yang menyatakan bahwa kekuasaan pada dasarnya adalah milik rakyat, dan penguasa hanya menjalankan amanah yang diberikan rakyat kepadanya. Karena itu Abduh menegaskan bahwa rakyat boleh menggulingkan penguasa bila ia bertindak despotik dan tidak adil, serta kesejahteraan rakyat menuntut hal ini.

Dibanding wahabi, IM lebih liberal dalam pengertian memahami teks secara kontekstual dan mengakomodasi istilah-istilah Barat ke dalam terminologi Islam, seperti demokrasi, revolusi, dan demonstrasi. Wahabi mengharamkan dari segi semantik maupun praksis istilah-istilah Barat semata-mata karena tidak ada dalam teks dan tidak diajarkan oleh Nabi. Di negara-negara Timur Tengah yang dikuasai paham wahabi, seperti Arab Saudi dan Kuwait, tidak ada demokrasi dan pemilu. Sementara, negara-negara yang dikuasai IM, seperti Tunisia dan Mesir era Mursi, demokrasi dan pemilu diterapkan.

Dalam kekuasaan, wahabi menekankan pada ketundukan rakyat terhadap raja tanpa syarat. IM yang selalu oposan menciptakan karakter pemikiran yang progresif. Ditambah dengan asertifnya IM terhadap gagasan Barat maka pemikiran IM melawan kekuasaan dengan cara yang lazim digunakan di Barat. Tema-tema keadilan sosial dan revolusi yang menjadi tema kritik oposisi kelompok kiri di Barat menjadi tema umum dalam cakrawala pemikiran IM, terutama pada masa Gamal Abdul Naser pada 1950-an.

Puncaknya, pada 1964, seorang kader IM, Sayyid Qutb, menulis manifesto Ma’alim fi al-Tariq (petunjuk jalan) dari bilik penjara. Buku Qutb ini memiliki pengaruh yang luar biasa bagi gerakan Islam di seluruh dunia karena berhasil menciptakan dimensi baru tentang tauhid hakimiyah, yaitu negara yang wajib melaksanakan hukum Islam demi terciptanya keadilan sosial.

Pemerintah Muslim yang abai terhadap kewajiban ini maka ia berada di luar akidah Islam dan berhak diperangi. Lawrence Wright (2011) mengatakan, buku Qutb itu sebanding pengaruhnya dengan buku Rousseau, Kontrak Sosial, antara penguasa dengan rakyatnya. Buku Qutb dan buku Rousseau memberikan implikasi yang sama, yaitu pola hubungan yang dinamis antara penguasa dan rakyatnya, yang kadang memuncak pada terjungkalnya penguasa yang lalim oleh rakyatnya sendiri.

Ikhwanul Muslimin, Arab Spring dan Arab Saudi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun