Mohon tunggu...
M Chozin Amirullah
M Chozin Amirullah Mohon Tunggu... Relawan - Blogger partikelir

Antusias pada perubahan sosial, aktif dalam gerakan mewujudkannya. Menghargai budaya sebagai bunga terindah peradaban. Memandang politik bukan sebagai tujuan namun jalan mewujudkan keadilan sosial. Tak rutin menulis namun menjadikannya sebagai olah spiritual dan katarsis. Selalu terpesona dengan keindahan yang berasal dari dalam. Ketua Gerakan Turuntangan, Mengajak anak muda jangan hanya urun angan tetapi lebih bauk turun tangan. Kenal lebih lanjut di instagram: chozin.id | facebook: fb.com/chozin.id | twitter: chozin_id | Web: www.chozin.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anies Baswedan JIL?

2 April 2014   02:02 Diperbarui: 4 April 2017   18:23 8807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang teman bertanya kepada saya, betulkah Anies itu Jaringan Islam Liberal (JIL)? Alih-alih cuma menjawab apakah ia JIL atau bukan, saya ingin memberikan ilustrasi berikut.

JIL bermula dari diskusi-diskusi di Komunitas Utan Kayu (KUK), jalan Utan Kayu, Jakarta Timur. KUK mulai aktif sebagai komunitas sekitar 1995. Mereka mendiskusikan beragam hal, mulai dari media hingga agama. Intensitas diskusi soal agama meningkat, dan karena itu mereka meningkatkan pula medianya melalui mailing list, islamliberal@yahoogroups.compada 8 Maret 2001. Beranggotakan ratusan orang yang tak hanya berada di Indonesia, mailing list itu mendiskusikan berbagai ide mengenai agama. Saat itu pula mereka resmi menggunakan nama Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai nama komunitas.

Di manakah Mas Anies saat itu? Ketika ramai diskusi di KUK pada 1995, Mas Anies sedang menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ekonomi UGM. Tahun berikutnya, 1996, Mas Anies meneruskan sekolah ke Universitas Maryland, di Amerika. Karena harus bergelut dengan membaca ribuan halaman buku per minggu dan mengurus istri yang tengah hamil, ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan mengurus keluarga kecilnya. Jikapun ada waktu luang, ia gunakan untuk menulis di media massa. Tulisannya cenderung kepada pendorongan sikapnya bagi pemerintah untuk mengganti kepemimpinan nasional era Orde Baru, salah satu isu yang sensitif pada masa itu (1996-1998).

Ketika JIL melembaga, lagi-lagi Mas Anies sedang menempuh pelajaran. Pada 2001 itu Mas Anies masih belajar di Northern Illinois University. Meskipun sudah menggunakan internet sejak 1996, ia tak bergabung dengan mailing list JIL. Tak sekalipun Mas Anies mendiskusikan soal JIL ini ke lingkaran teman-temannya. Ketika JIL memiliki website, Mas Anies pun tak pernah menyumbangkan tulisannya di sana. Ketika akhirnya pulang ke Indonesia pada 2005, Mas Anies tak pernah diundang ataupun hadir di acara-acara diskusi JIL di Utan Kayu. Tak sekalipun, dan bahkan hingga hari ini. Untuk verifikasi lebih lanjut, sila buka website JIL dan ketik kata kunci “Anies Baswedan” di sana.

Nah,... pada kurun 1996-sekarang, Mas Anies memang banyak menulis di media. Tapi, tulisannya berkisar pada minatnya: demokrasi, desentralisasi, otonomi daerah, kepemimpinan, dan optimisme. Sampai saat ini, tidak ada satu pun tulisan Mas Anies yang menyinggung atau mengusung ide-ide liberalisme. Bahkan, dalam salah satu sesi wawancara, Mas Anies mengecam perilaku politik Indonesia yang cenderung mengarah ke liberalisasi.

Lalu kenapa ia dituding sebagai JIL? Besar kemungkinan, karena ia menjadi pengganti Nurcholish Madjid sebagai Rektor Universitas Paramadina. Nurcholish Madjid adalah pemikir Islam yang menyerukan pembaharuan pemikiran Islam. Karena sikapnya ini ia lalu dilabeli sebagai sarjana muslim liberal. Cak Nur sendiri tak pernah menamai dirinya dan pemikirannya sebagai liberal. Orang lainlah yang melekatkan label itu ke dia. Contoh paling konkret bisa kita temukan dalam buku Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal. Buku itu memuat satu tulisan Cak Nur berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Dalam pendahuluannya, Kurzman mengakui bahwa “para penulis di sini tidak menamakan diri mereka sebagai liberal...”

Yang mesti menjadi perhatian adalah bahwa Mas Anies tak pernah meminta atau mendaftarkan diri menjadi rektor, ia dipilih, ia ditunjuk. Dalam pemilihannya pun, ia alternatif terakhir. Ahmad Gaus AF dalam biografi Cak Nur berjudul Api Islam Nurcholish Madjid menjabarkan hal tersebut. Dalam tulisan dosen Universitas Paramadina, Suratno, juga demikian (tulisan tersebut bisa dibaca di sini). Dalam pidato pelantikannya, Mas Anies menekankan bahwa, “Saya tak meminta jabatan ini, tapi saya akan bekerja untuk menjalankan amanah ini.” Demi menjalankan amanatnya sebagai rektor, ia rela melepaskan banyak kenyamanan saat menjadi National Advisor di Kemitraan dan Direktur Riset The Indonesian Institute.Ia dihadirkan di Universitas Paramadina memang sebagai solusi atas konflik yang tak kunjung padam karena persoalan pergantian rektor.

Namun, yang menarik, ketika Mas Anies menjadi rektor tersebarlah isu bahwa terjadi de-Nurcholishmadjid-isasi. Gagasan-gagasan Cak Nur mendapatkan tentangannya. Ahmad Gaus AF dalam biografi Cak Nur, Api Islam, mencatat soal isu ini. Beberapa saat lalu, tuduhan serupa ini muncul dari Cak Nur Lover dalam tulisannya di Kompasiana. Menurutnya pada masa Mas Anies terjadi peminggiran terhadap isu-isu mengenai Islam liberal. Ini tentu aneh, di satu sisi Mas Anies dianggap sebagai liberal, di sisi lain Mas Anies justru dianggap sebagai penghambat ide-ide liberalisme. Ketika sebagian pendukung JIL mewacanakan kasus-kasus kekerasan dengan isu mayoritas versus minoritas, Mas Anies justru menghadirkan gagasan untuk menganggap para pelaku kekerasan itu sebagai warga negara biasa. “Bila mereka berbuat kekerasan, tangkap! Jangan diskusi soal mayoritas-minoritas!”

Lalu, di manakah posisi Mas Anies sebenarnya? Sebagai muslim, ia hanya ingin menjadi muslim taat dan tak mendapatkan embel-embel tertentu. Ia tak mau dikotak-kotakkan ke dalam kategori-kategori pelabelan. Ia ya seorang Anies Baswedan. Sebagai manusia, ia akan terus belajar tiada henti. Bagaimanapun, perkembangan sikap dan pemikiran seseorang terus berkembang.

Kedua, dalam sejarahnya, terutama ketika mahasiswa 1989-1995, Mas Anies membawa isu-isu keislaman dalam kegiatan aktivismenya. Salah satu yang paling fenomenal adalah penolakan SDSB, kegiatan judi yang berselubung dana sosial dan olahraga. Ialah salah satu dalang di balik demonstrasi besar-besaran menentang SDSB pada November 1993 di Yogyakarta. Ketika yang lain berwacana, ia sudah turun ke jalan, memimpin ribuan orang untuk berdemonstrasi menyuarakan aspirasi umat: bahwa judi adalah haram dan menyengsarakan rakyat kebanyakan.
(lihat rekam jejak Anies saat mahasiswa di video ini).

Ketiga, dan ini paling penting, silakan telusuri dan temukan apa gagasan Anies yang mendukung liberalisme di Indonesia? Sebutkan apa, kapan, di mana Anies membicarakannya? Mana buktinya?

Selama ini, ia dituduh sebagai JIL karena kaitannya dengan jabatannya sebagai Rektor di Universitas Paramadina. Dan, hal ini sudah dijawab di atas dengan gamblang. Dan, ini pula yang saya utarakan untuk menjawab pertanyaan teman saya tersebut. Semoga bermanfaat. wallahu a'lam bissahwab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun