Mohon tunggu...
Lingga Binangkit
Lingga Binangkit Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Akuntansi yang masih berusaha menyelesaikan skripsinya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Apakah Indonesia Perlu Kapal Induk?

21 Agustus 2011   06:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:35 14235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Belakangan ini isu militer internasional yang muncul adalah ujicoba pelayaran pertama dari kapal induk milik China yang merupakan bekas dari bangkai kapal induk Uni Soviet. Kontan hal ini menyebabkan negara-negara di sekitar China ikut cemas akan kebangkitan angkatan laut China ini tak terkecuali juga Amerika Serikat (AS). Meskipun China sendiri sudah menyatakan bahwa kapal induk mereka hanyalah sebuah riset, banyak pihak meyakini bahwa China akan mengembangkan beberapa kapal induk lagi untuk kepentingan militernya. Bahkan beberapa analis pernah menyatakan, kapal induk China kemungkinan dijadikan sebagai bahan untuk mengintimidasi negara-negara di sekitar laut China Selatan yang angkatan lautnya dianggap lemah seperti Vietnam atau Indonesia.

Dari beberapa pemberitaan kapal induk China di media online, saya sering tergelitik dengan respon para komentator yang secara spontan menyatakan bahwa kita perlu sebuah kapal induk atau komentar lain yang menunjukkan sikap pesimistis karena TNI AL kita tak memiliki kapal induk. Lantas, apakah benar kita memang butuh sebuah kapal induk?

Filosofi

Kapal induk atau Aircraft Carrier merupakan kapal perang yang berfungsi sebagai pengangkut pesawat tempur dan awak kapal dalam jumlah besar sebagai pendukung operasi militer. Kapal Induk juga menjadi pusat komando operasi dan memberikan semacam intimidasi bagi lawan. Kapal induk mulai digunakan pertama kali oleh Angkatan Laut Inggris pada Perang Dunia I dan saat ini, dominasi kapal induk dipegang oleh AS yang memiliki 11 kapal induk yang aktif beroperasi di seluruh dunia. Lantas, kenapa hanya AS saja yang mampu mengembangkan kapal induk secara pesat?

Diawali dengan pergerakan kapal induk Jepang yang mematikan di Lautan Pasifik (terbukti dengan serangan Pearl Harbour), AS mulai mempertimbangkan perlunya kapal induk sebagai “markas berjalan” yang fleksibel sesuai dengan medan perang saat itu. Pesawat tempur saat itu tidak memiliki kemampuan jelajah yang lebih tinggi dibanding pesawat tempur modern sedangkan medan pertempuran Perang Dunia II ada di benua Eropa dan Afrika (Front Barat) dan Asia (Front Timur), ditambah lagi penempatan pesawat tempur di darat dirasa kurang aman meskipun area tersebut milik pihak kawan. Untuk itu pengembangan kapal induk setelah perang dunia II menjadi salah satu fokus utama militer AS. Faktor ini makin diperkuat oleh timbulnya perang dingin dengan Uni Soviet dan konflik-konflik yang terjadi di berbagai negara akibat cold war tadi. Letak geografis atas area-area yang berkonflik menyulitkan AS dalam mengoordinasi pasukannya. AS butuh suatu “markas” yang fleksibel dan sekaligus menjadi pusat komando operasi. Kriteria tersebut dipecahkan dengan pengembangan kapal induk.

Program pengembangan kapal induk milik AS juga tak mampu diimbangi oleh negara-negara lain karena berbagai faktor. Faktor yang utama mungkin adalah faktor ekonomi karena setelah Perang Dunia II berakhir, hanya AS dan Uni Soviet saja yang memiliki kekuatan ekonomi cukup meyakinkan. Inggris, Prancis dan negara-negara blok barat lainnya yang mengalami kemenangan perang tetap saja mengalami kesulitan ekonomi karena negaranya hancur dan masih harus mengatasi pergolakan yang terjadi di daerah jajahan mereka. Uni Soviet sendiri justru lebih fokus pada pengembangan kapal selam dibanding kapal induk (sebut saja kapal selam nuklir kelas Typhoon yang menjadi legenda saat perang dingin).

Strategi AS dalam pengembangan kapal induk tampaknya menuai hasil terutama terhadap negara-negara yang mengalami konflik. Sebut saja konflik Yugoslavia, Perang Irak, dan Perang Afghanistan, skuadron kapal induk AS selalu dilibatkan dan hasilnya mampu mengatasi konflik dan meraih kemenangan.

Hingga saat ini, ada 22 kapal induk dari 10 negara beroperasi di seluruh dunia meskipun tak semuanya bertugas dalam operasi militer. Kapal induk milik Rusia (bukan Uni Soviet), Spanyol, dan Brasil masih minim pengalaman dalam operasi militer, bahkan kapal induk milik Thailand “hanya” difungsikan sebagai kapal bantuan bencana alam.

[caption id="attachment_130663" align="alignnone" width="600" caption="Penampakan salah satu kapal induk kelas Nimitz, http://flyawaysimulation.com/modules/Images/gallery/reallifegen/nimitz_001.jpg"][/caption]

Mahalnya kapal induk

Mau tahu berapa biaya dari sebuahkapal induk? Sebagai perbandingan, disini saya akan menggunakan salah satu kapal induk AS dari kelas Nimitz. Kelas Nimitz merupakan kapal induk terbesar di dunia dengan bobot di atas 100.000 ton dan panjang mencapai 333 meter. Nimitz mampu membawa 90 pesawat tempur dan melaju dengan kecepatan maksimal 54km/jam. Dengan mengandalkan nuklir sebagai bahan bakar utamanya, Nimitz mampu beroperasi selama 20 tahun tanpa perlu di recharge. Pembuatan satu kapal kelas Nimitz menelan biaya hingga US$4,5 miliar atau sekitar Rp40 triliun! Itu baru kapalnya, jika kita tambah dengan “isinya” yakni 90 pesawat tempur, andaikan saja pesawat tempur yang diangkut adalah tipe F/A-18E/F Super Hornet (standar pesawat tempur yang diangkut kapal induk AS) dan harga satuannya adalah US$55 juta, maka totalnya adalah $4,95 miliar atau sekitar Rp44,5 triliun! Jadi totalnya adalah Rp84,5 triliun untuk sebuah kapal induk! (ini juga belum termasuk awak dan muatan lainnya)

Mau tahu anggaran belanja pertahanan negara kita? RAPBN 2010 menunjukkan bahwa anggaran militer kita “hanya” sekitar Rp20 triliun atau 2% total belanja negara! Anggaran militer China untuk tahun ini adalah US$91,7 miliar atau sekitar Rp825,3 triliun (hampir 80% dari anggaran belanja total pemerintah kita). Jauh sekali bukan.

Selain mahal, yang perlu dipikirkan lagi adalah waktu pengembangan untuk sebuah kapal induk. Kapal induk China yang merupakan upaya menghidupkan kembali kapal induk bekas dari Ukraina saja membutuhkan waktu hingga delapan tahun untuk mampu berlayar seperti saat ini. Untuk persiapan dari kapal induk yang telah jadi (launched) hingga siap bertugas (commissioned) rata-rata membutuhkan waktu 2-3 tahun. Jadi prediksi saya untuk kapal induk China mulai dari upaya penghidupan kembali bangkai Varyag hingga siap bertugas butuh waktu sekitar 10 tahun! Itu tadi dengan metode “copy-paste” bangkai kapal lain, coba bayangkan apabila dengan pengembangan sendiri dari awal, mungkin butuh waktu yang lebih lama lagi. Andaikan kita memiliki uang berlimpah dan mampu membeli sebuah kapal induk milik AS, apakah AS bersedia merakitkannya untuk kita? Jawabannya tentu saja tidak, AS tidak mungkin semudah itu memberikan teknologinya ke negara lain. Mencari galangan kapal induk di negara selain AS juga bukan alternatif yang bagus karena kapal induk buatan mereka kurang bertenaga dan teknologinya masih relatif tertinggal dibanding AS.

Kapal induk dibentuk untuk mampu mengarungi derasnya Atlantik atau luasnya Pasifik, bukan hanya sekadar untuk mengarungi Laut Jawa saja, apalagi cuma Selat Sunda. Sampai saat ini, Indonesia, saya yakin tidak mempunyai konflik kepentingan yang harus disikapi secara militer dengan negara manapun. Paling-paling hanya perompak di perairan Somalia yang sebenarnya cukup dihadapi dengan beberapa kapal perusak milik TNI AL. Sampai saat ini TNI AL kita masih memiliki armada laut terkuat di ASEAN (No 14 di dunia), masih lebih tinggi dibanding Vietnam (No. 37), Malaysia (No. 42) bahkan Thailand yang memiliki kapal induk (No 18) [sumber disini]. Meskipun demikian, 66 armada laut kita saat ini masih belum cukup mengawal seluruh perairan Indonesia. Pencurian ikan, perompakan hingga penyelundupan narkoba melalui laut masih terjadi dan ini menunjukkan armada laut kita masih perlu dibenahi. Angkatan laut di negara kepulauan seperti Indonesia seharusnya dilengkapi armada laut yang cepat dan tangkas. Kriteria tersebut ada pada kapal-kapal perang kelas Frigate, Corvette atau Destroyer. Apabila pemerintah ingin mengembangkan armada laut sebaiknya mempertimbangkan hal tersebut bukan dengan memimpikan sebuah kapal induk yang menurut saya justru useless. Tentunya pengembangan armada laut juga butuh dana, dan semoga anggota DPR mau memperbesar anggaran militer kita karena (sayangnya) tanpa mereka, alokasi dana untuk militer juga tak bisa ditingkatkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun