[caption id="attachment_160420" align="aligncenter" width="500" caption="Saya mengisi pelatihan penulisan yang diadakan Forum Lingkar Pena (FLP)"][/caption] Dunia penulisan adalah dunia yang luas. Siapa pun bisa memasukinya. Artinya, untuk menekuni dunia penulisan, seseorang tidak harus berprofesi menjadi seorang “penulis murni” yang bekerja sebagai penulis, mendapatkan penghidupan dari aktivitas menulis, dan seluruh waktunya hanya tercurah untuk dunia tulis-menulis.
TIDAK. Tetapi, siapa pun bisa ambil bagian di dunia kepenulisan, apapun profesinya. Sebagai dokter, pengacara, akuntan, arsitek, politisi, peneliti, pebisnis, guru, petani, bahkan karyawan atau buruh pabrik sekalipun, bisa menerjuni dan ambil bagian di dunia kepenulisan. Justru profesi dan eksistensinya itu akan mengukuhkan kompetensinya dalam menuliskan bidang sesuai dengan disiplin ilmu yang digelutinya.
Sayangnya, menulis, sebagai sebuah “aktivitas intelektual“, dalam rangka mengekspresikan dan mengkomunikasikan gagasan, ide, pengetahuan, informasi, dan lain-lain, dalam bentuk karya tertulis (artikel di media atau buku), tak bisa dipungkiri, masih cukup asing di masyarakat kita.
Realitasnya, memang tak banyak orang yang memiliki atensi dan kompetensi di dunia kepenulisan. Ketika ditanyakan, kenapa tidak menulis, jawabannya macam-macam, mulai dari sibuk, ndak ada waktu, sudah banyak pekerjaan, dan lain-lain, yang bila ditelesik lebih jauh, muaranya sebenarnya adalah terletak pada sulitnya menuangkan ide dan gagasan ke dalam tulisan.
Pertanyaannya, benarkah menulis itu sulit? Jawabannya boleh jadi “ya“. Bagi penulis pemula, menulis memang sulit, sangat sulit malah. Banyak hambatan yang harus dihadapi. Namun, sebenarnya, bagi yang sudah terbiasa, maka menulis merupakan aktivitas yang menarik dan menyenangkan.
Hal itu bisa diibaratkan ketika seseorang belajar naik sepeda. Ketika masih belajar, susahnya minta ampun. Jatuh-bangun berkali-kali. Tapi, setelah bisa, bersepeda menjadi aktivitas yang mudah. Baik bersepeda secara pelan atau ngebut, tidak menjadi masalah. Bahkan terkadang aktivitas bersepeda menjadi aktivitas yang menarik dan menyenangkan.
Kunci bisa menulis dengan demikian adalah ketekunan berlatih sebagaimana ketekunan seseorang yang lagi belajar naik sepeda. Meski jatuh bangun berkali-kali, tetapi tidak mudah putus asa, sehingga akhirnya ia bisa menaiki sepeda dengan baik.
Ada juga yang mengaitkan menulis dengan bakat. Benarkah? Saya katakan, menulis perlu bakat itu mitos. Menulis perlu bakat itu bullshit (omong kosong). Jangan pernah berpikir bahwa menulis adalah berkaitan dengan bakat. Camkan ini, menulis adalah keterampilan yang bisa diasah oleh siapa saja. Berbakat menulis, tapi kalau tidak pernah diasah juga akan nonsens. Merasa tidak berbakat menulis, tapi kalau terus diasah, maka jalan untuk meraih kesuksesan di bidang penulisan akan terbuka lebar.
Bahkan, bakat, kata seorang pakar, hanya memberi sentuhan 1 % saja, selebihnya yang 99 % adalah cucuran keringat alias ketekunan berlatih. Prof. DR. Floyd G. Arpan mengatakan, “Kecakapan menulis tak akan begitu saja jatuh dari langit. Tetapi, kecakapan menulis baru bisa dicapai dengan jalan tekun berlatih.“
Itu pula yang juga menjadi rahasia sukses para penulis besar. Salah satunya, simak penuturan Joni Ariadinata, sastrawan dan cerpenis Indonesia yang cukup cemerlang saat ini. “…..waktu satu tahun cepern saya belum juga dimuat, saya pernah seperti putus asa dan berpikir untuk berhenti menulis. Padahal saya telah menulis dengan sepenuh kerja keras, hingga dalam sehari saya mampu menulis 2 cerpen. Berarti dalam setahun ada 600-an cerpen saya yang telah ditolak media. Tapi setelah ada yang dimuat, semangat lagi. Saya barengi dengan do’a untuk menguatkan jiwa saya…” tuturnya.
Sekarang Joni Ariadinata termasuk cerpenis dan sastrawan besar yang dimiliki oleh Indonesia. Nah!***